Bayi Calista Meninggal, LPAI: Hukuman pada Ibu Kandung Harus Membuat Jera

Bayi Calista meninggal dunia. LPAI berpendapat hukuman yang diberikan kepada Sinta, ibu kandung, harus menimbulkan efek jera.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 26 Mar 2018, 11:00 WIB
Bayi Calista meninggal dunia setelah dua pekan dirawat di RSUD Karawang. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Setelah dirawat selama dua pekan, bayi Calista yang dianiaya ibu kandungnya meninggal dunia di Ruang Perawatan Gawat Darurat Khusus Anak (Picu), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang, Jawa Barat. Bayi lucu berusia 15 bulan itu mengembuskan napas terakhirnya pada Minggu (25/3/2018) pukul 09.55 WIB.

Bayi Calista mengalami koma. Kondisinya makin menurun sejak dirawat di Ruang PICU RSUD Karawang dari 15 hari lalu. Kini, Sinta, ibu kandung, sudah berada dalam pengawasan Kapolres Karawang.

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mengemukakan hukuman yang tepat untuk diberikan pada Sinta. Langkah hukum sepatutnya dapat memunculkan dua jenis efek jera.

"Efek jera langsung, yakni agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya. Efek jera tak langsung, tepatnya disebut efek tangkal agar masyarakat tidak meniru perbuatan pelaku," kata Ketua Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) LPAI, Iip Syafrudin, dari rilis yang diterima Health Liputan6.com, Senin (26/3/2018).

Hukuman yang diberikan dalam kasus bayi dianiaya ibu kandung ini dapat berupa risk assessment (penakaran risiko). Risk assessment ditujukan memprediksi seberapa mungkin pelaku kejahatan dengan kekerasan yang dilakukan akan mengulangi perbuatannya.

 

 

Simak video menarik berikut ini:


Masuk dalam program rehabilitasi

Hukuman yang diberikan harus berefek jera. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Risk assessment juga ditujukan agar masyarakat tidak terekspos dengan perilaku kekerasan si pelaku. Dalam hal ini, jika pelaku sudah keluar dari penjara.

"Dalam kasus Calista, risk assessment untuk memastikan, andai kelak memiliki bayi kembali, Sinta tidak akan melakukan penganiayaan lagi terhadap anaknya," Iip menjelaskan.

Risk assessment sebenarnya belum dipraktikkan di Indonesia. Namun, langkah tersebut dapat dimasukkan sebagai salah satu program rehabilitasi di dalam penjara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya