Ratusan Nelayan Trawl Kepung Kantor Gubernur Bengkulu

Sudah lebih dari sebulan para nelayan trawl tidak melaut. Solusi yang ditawarkan pemerintah untuk memberikan alat tangkap pengganti yang ramah lingkungan belum terealisasi.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 27 Mar 2018, 00:00 WIB
Ratusan nelayan Trawl mengepung kantor Gubernur Bengkulu untuk menuntut diberikan bantuan "jatah hidup" pasca pelarangan melaut (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Liputan6.com, Bengkulu - Ratusan nelayan penggguna alat tangkap Trawl atau jaring Pukat Harimau  aksi unjuk rasa dan mengepung kantor Gubernur Bengkulu pada Senin siang. Mereka menuntut agar diberikan tunjangan jatah hidup atau jadup pascapelarangan penggunaan alat tangkap trawl beberapa waktu lalu.

Juru bicara nelayan trawl Ahmad Supriono mengatakan, sudah lebih dari sebulan para nelayan trawl tidak melaut. Solusi yang ditawarkan pemerintah untuk memberikan alat tangkap pengganti yang ramah lingkungan hingga kini belum terealisasi.

"Kami menuntut supaya diberikan jadup, perekonomian kami mati total," tegas Supriono di sela-sela aksi di Bengkulu, Senin, 26 Maret 2018.

Ratusan nelayan yang bergerak dari wilayah kampung Bahari dekat pelabuhan Pulau Baai Kota Bengkulu ini mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian. Sempat terjadi aksi saling dorong, saat perwakilan nelayan melakukan negosiasi dan perundingan dengan pihak pemerintah Provinsi Bengkulu.

Untungnya kondisi ini bisa dikendalikan dengan pengamanan berlapis. Satuan Direktorat Polisi Perairan bersama Satuan Shabara dan Satuan Polisi Pamong Praja yang menutupi gerbang kantor gubernur dan disiagakan kendaraan penyemprot atau water canon.

Usai aksi dan negosiasi lebih dari empat jam, akhirnya Pemprov Bengkulu menyepakati akan memberikan bantuan jadup berupa beras yang disalurkan oleh Pemkot Bengkulu melalui bantuan Corporate Social Responsibility Perum Bulog. Bantuan tersebut akan disampaikan dalam waktu tidak lebih dari satu minggu sejak kesepakatan hari ini diputuskan.

Menurut Ahmad SUpriono, mereka sudah mendata saat ini ada 513 kepala keluarga nelayan trawl yang sangat membutuhkan jadup. Angka tersebut belum termasuk para pedagang dan warga yang sehari hari bekerja sebagai pembuat ikan asin hasil tangkapan nelayan trawl.

"Tolong pemerintah turun ke lapangan, lihat kampung kami dan saksikan penderitaan yang kami alami," ucap  SUpriono.

 

 


Jaminan Plt Gubernur

Nelayan yang melakukan aksi unjuk rasa di kantor Gubernur Bengkulu meminta jaminan supaya bantuan "jatah hidup" mereka segera disalurkan (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Kesepakatan pemberian jadup bagi nelayan trawl dijamin Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. Sebanyak tiga ton beras akan disalurkan untuk tahap awal sebagai pasokan kebutuhan pokok nelayan yang tidak turun ke laut mencari ikan.

"Kita distribusikan mulai besok, saya yang jamin," tegas Rohidin.

Bantuan pangan darurat agar disalurkan itu untuk memenuhi kebutuhan pokok para nelayan. Dia meminta supaya tidak ada lagi aksi yang bisa memicu perpecahan antar nelayan, apalagi terjadi konflik pasca pelarangan aktifitas penggunaan alat tangkap Trawl.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikan Provinsi Bengkulu Ivan Syamsurizal mengatakan, alat tangkap pengganti untuk nelayan trawl saat ini sudah ada dan siap didistribusikan. Tetapi persyaratan administrasi dan kesesuaian alat tangkap yang diusulkan para nelayan masih menjadi kendala.

Spesifikasi jaring yang diminta nelayan sudah ada. Pihaknya juga melakukan koordinasi dengan kementerian kelauntan dan perikanan untuk pemesana alat tangkap, dan ternyata stok di kementrian sudah ada dan siap dikirim.

"Ini masalah waktu saja, sementara menunggu, jadup mereka disalurkan," kata Ivan Sayamsurizal.


Anak-anak Berhenti Sekolah

Para nelayan menunggu di gerbang kantor Gubernur Bengkulu saat perwakilan mereka melakukan negosiasi (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Dampak pelarangan alat tangkap trawl ternyata sudah sangat mengkhawatirkan. Tidak hanya ancaman kelaparan, anak-anak nelayan yang masih menimba ilmu di bangku sekolah juga sudah mulai berhenti bersekolah.

Juru bicara nelayan trawl, Ahmad Supriono mengatakan, anak-anak tersebut berhenti sekolah karena sudah tidak ada biaya dan tidak sanggup lagi membayar SPP. Orangtua mereka selama ini sibuk mencari pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum saja, untuk sekolah tidak terpikirkan lagi.

"Makan saja harus cari utang kemana mana, bagaimana biaya sekolah, tidak mungkin, terpaksa mereka berhenti dulu sementara waktu," jelas Supriono.

Pihaknya berharap ada solusi dari pemerintah untuk membebaskan biaya sekolah anak-anak nelayan tersebut. Jika kondisi sudah normal dan orang tua mereka sudah turun ke laut mencari ikan kembali, tentu kebijakan tersebut bisa ditinjau ulang. "Sebentar lagi sudah masuk jadwal Ujian Nasional. Harus ada solusi," kata Ahmad Supriono.

Saksikan video pilihan berikut ini: 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya