Liputan6.com, Jakarta Impor garam industri menyebabkan harga garam petani lokal anjlok di pasaran. Selain itu, impor garam industri ini juga diketahui bocor atau rembes di pasar-pasar industri kecil menengah (IKM).
Hal ini disampaikan oleh Ketua Aliansi Masyarakat Garam (AMG), Ubaid Abdul Hayat saat ditemui di Gedung DPR usai menghadiri undangan Rapat Kerja di Komisi IV DPR dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, Senin ini (26/3/2018).
Baca Juga
Advertisement
"Begitu ada isu impor garam industri masuk bebas, langsung harga garam lokal turun seketika, tutup pabriknya," tutur Ubaid.
"Itu biasanya garam untuk aneka pangan. Aneka pangan ini sekarang kan impor. Kebutuhannya hanya 400 ribu ton, sedangkan kapal dari luar itu 26 ribu ton. Secara otomatis, sisa daripada yang 400 ribu ton ini akan merembes ke IKM-IKM. Ini yang berdampak jelek kepada harga garam petani lokal," dia menambahkan.
Ubaid lebih jauh mengungkapkan, pasar-pasar IKM ini tersebar di beberapa daerah, yakni Sidoarjo, Rembang, dan Lamongan.
"Impor garam industri tidak bocor ke pasar itu bohong. Ini bocor di pasar-pasar IKM, seperti Sidoarjo, Rembang, dan Lamongan, Jawa Tengah juga ada. Pasar IKM ini pasar yang dipasok oleh garam-garam rakyat itu. Jadi semua pasar IKM pasti dibocorin," ujarnya.
Dalam kesempatan rapat kerja ini, Ubaid menginginkan adanya standarisasi oleh pemerintah untuk Harga Pokok Pembelian (HPP) serta Harga Eceran Tertinggi (HET) garam lokal di pasar.
"Ini yang kita target, bagaimana pemerintah bisa ciptakan standarisasi. Jadi ketika isu garam impor masuk, harga garam lokal tidak mudah anjlok seperti HET dan HPP," jelasnya.
"Yang kita minta untuk garam KW I Rp 2.500 per kg, KW II Rp 2.200 per kg, dan KW III Rp 2.000 per kg," tambahnya.
Diketahui saat ini harga garam lokal di pasaran sudah turun dari Rp 2.700 per kg menjadi Rp 2.300 per kg di perusahaan. Sementara itu, harga di petani terhitung Rp 2.100 sejak dua hari yang lalu.
Impor Garam 3,7 Juta Ton, Buat Apa Saja?
Para pelaku usaha industri menyambut positif diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) terkait impor garam industri. Adanya payung hukum ini diharapkan memberikan kepastian bagi industri dalam mendapatkan garam sebagai bahan baku produksinya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, industri makanan dan minuman membutuhkan setidaknya 550 ribu ton garamsebagai bahan baku setiap tahunnya.
Angka tersebut naik sekitar 22 persen dibandingkan kebutuhan tahun lalu yang hanya 450 ribu ton. "Hal ini seiring dengan peningkatan investasi dan ekspansi di sektor industri makanan dan minuman," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (19/3/2018).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, laju pertumbuhan industri makanan dan minuman pada pada 2017 mencapai 9,23 persen, jauh di atas pertumbuhan PDB nasional sebesar 5,07 persen.
Peran sektor ini terhadap PDB sebesar 6,14 persen dan terhadap PDB industri nonmigas mencapai 34,3 persen, terbesar dibandingkan sektor lainnya pada periode yang sama. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja cukup banyak, yakni lebih dari 3,3 juta orang.
Advertisement
Bahan Baku Industri Kimia Dasar
Sementara itu, Direktur PT Asahimas Chemical Eddy Sutanto menyatakan, garam industri merupakan bahan baku utama di sektor industri kimia dasar yang dibutuhkan lebih dari 400 perusahaan nasional.
Kebutuhan garam industri ini juga untuk menopang peningkatan ekspor, salah satunya pabrik kimia di Cilegon, Banten yang telah melakukan perluasan usaha sejak 2016 dengan nilai investasi lebih dari Rp 5 triliun.
“Selain itu, ekspansi yang dilakukan dalam rangka mengurangi impor bahan kimia dan mengamankan pertumbuhan industri kimia dan industri-industri turunannya. Maka itu, kebutuhan garam industri pun meningkat seiring dengan perluasan investasi tersebut,” papar dia.
Eddy menjelaskan, untuk industri kimia, garam industri yang diimpor dilakukan langsung oleh industri kimia dan diterima di pelabuhan sendiri dan digunakan sendiri.
“Jadi, tidak ada broker, hal ini untuk menjaga keberlangsungan produksi yang beroperasi 24 jam non-stop dan menjaga cost competitiveness dari produk kimia tersebut untuk kebutuhan di dalam negeri dan persaingan di pasar ekspor,” tuturnya.
Merujuk data Kemenperin, kebutuhan garam industri nasional di 2018 sekitar 3,7 juta ton. Bahan baku ini akan disalurkan kepada industri Chlor Alkali Plant (CAP), untuk memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2.488.500 ton.
Selain itu, bahan baku garam juga didistribusikan kepada industri farmasi dan kosmetik sebesar 6.846 ton serta industri aneka pangan 535 ribu ton. Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebanyak 740 ribu ton untuk sejumlah industri, seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen.