Liputan6.com, Kupang - Unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam aliansi menolak UU MD3 di DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin, 26 Maret 2018 berlangsung ricuh.
Pantauan Liputan6.com, kericuhan terjadi setelah mahasiswa memaksa masuk ke kantor DPRD namun dihalangi aparat kepolisian. Mahasiswa kemudian melakukan pembakaran ban di halaman kantor DPRD NTT. Polisi yang mencoba memadamkan api yang dibakar mahasiswa mendapat perlawanan dari sejumlah mahasiswa, sehingga terjadi aksi saling dorong dan saling pukul.
Polisi kemudian mengeluarkan tembakan gas air mata di kerumunan masa aksi. Mahasiswa yang terdesak mundur sempat melempar kaca jendela kantor DPRD NTT, hingga terjadi aksi kejar-kejaran.
Kericuhan itu menyebabkan kaca depan kantor DPRD NTT pecah, dan sejumlah aparat kepolisian dan beberapa mahasiswa mengalami luka-luka.
Baca Juga
Advertisement
Aksi unjuk rasa mahasiswa itu menolak UU MD3, khususnya pada item bahwa “Barang siapa yang merendahkan martabat DPR dapat di pidana”. Selain itu, item yang menyebutkan “anggota dewan boleh merangkap jabatan”.
“Aksi kami ini menolak UU MD3, karena sangat bertentangan dengan demokrasi,” kata kordinator lapangan (Korlap) aliansi mahasiswa tolak MD3, Adrianus Goleng.
Dia juga menyesalkan sikap anggota DPRD NTT yang enggan menerima pengunjuk rasa, dan mementingkan kepentingan pribadi dengan melakukan kampanye Pilkada Gubernur NTT.
“Kami sudah bersurat ke DPRD. Herannya mereka tidak ada yang temui kami,” katanya.
Menurut dia, aksi itu merupakan bentuk tekanan terhadap MK.
"PMKRI cabang DKI sudah ajukan gugatan ke MK, sehingga aksi ini akan dilakukan seluruh daerah sebagai bentuk tekanan," imbuh Adrianus.
Laporkan Penganiayaan
Setelah membubarkan diri dari kantor DPRD NTT, mahasiswa melakukan long march menuju Polda NTT. Mereka melakukan orasi di depan Marga PMKRI Cabang Kupang persis depan Mapolda NTT.
Enam mahasiswa yang diduga menjadi korban penganiayaan aparat polisi membuat laporan polisi di SPKT Polda NTT. Enam mahasiswa itu yakni, Adnab Suluwetang, aktifis HMI, Emanuel Boli aktifis PMKRI, Diyah Ap. R. Sarabity aktifis IMM, Hamid Nasrudin aktifis IMM, Krisdayanti Rosalia aktifis FMN dan Randu Iswandi aktifis PMII.
Koordinator aksi, Adrianus Goleng menyesalkan aksi represif aparat polisi. Menurut dia, selain membuat laporan polisi, mahasiswa akan kembali melakukan aksi unjuk rasa dan mendesak DPRD NTT untuk memanggil Kapolda NTT.
"Kami sudah buat laporan dan divisum. Sebagai mahasiswa kami kecewa dengan aparat polisi di NTT yang masih saja represif saat hadapi aksi demo mahasiswa," ujar Adrianus.
Advertisement
Bantah Lakukan Pemukulan
Kapolsek Oebobo, AKP Yulius Lau membantah anggotanya melakukan penganiayaan terhadap mahasiswa.
"Tidak ada anggota saya yang lakukan pemukulan, karena saya ada di TKP kendalikan mereka, malahan mahasiswa yang merampas alat pemadam kebakaran dan pukul anggota saya," kata Yulius.
Dia mengatakan, polisi juga akan membuat laporan balik terkait pemukulan yang dilakukan mahasiswa terhadap anggotanya.
"Bawa ke rumah sakit untuk visum dan buat laporan balik karena anggota saya juga korban," ujar Yulius.
Menurut Yulius, kericuhan itu terjadi ketika mahasiswa melakukan pembakaran. Aparat polisi yang hendak memadamkan api, dipukul dan alat pemadam dirampas.
"Mereka ancam gembok kantor DPRD dan memaksa masuk. Padahal kami sudah cek kedalam dan memamg tidak ada anggota DPRD di dalam karena sedang reses. Mahasiswa kemudian melakukan pembakaran dan pelemparan," kata Yulius.
Dia menghimbau agar aksi demo harus dilakukan dengan aman dan tertib agar tidak menggangu ketertiban dan kenyamanan.
"Tugas kita hanya mengamankan agar tidak anarkis. Tetapi kalau aksinya brutal tugas kami untuk amankan," pungkas Yulius.