Liputan6.com, Jakarta - Kantor Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia telah mengirim seorang aktivis sosial ke berbagai pelosok Tanah Air selama dua pekan terakhir pada Maret 2018.
Aktivis itu diberangkatkan untuk memantau dan menyaksikan langsung perkembangan program pembangunan bidang sosial-manusia di Indonesia yang didanai oleh Uni Eropa.
"Saya sudah pergi ke Jakarta, Yogyakarta, dan Flores guna menyaksikan secara langsung bagaimana perkembangan program pembangunan Uni Eropa di bidang sosial-manusia," kata Lauren Kana Chan membagikan pengalamannya selama berkeliling Tanah Air selama tiga pekan terakhir (27/3/2018).
Fokus Lauren terkhusus pada isu pendidikan, pariwisata, pemenuhan dan ketercakupan hak bagi penyandang disabilitas, serta penanganan terhadap korban penyiksaan Peristiwa 1965.
Baca Juga
Advertisement
Di Flores misalnya, perempuan berdarah China-Jepang itu melihat perkembangan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal (seperti Suku Manggarai) serta upaya mereka menjadikan komunitas tempat tinggal menjadi sebuah destinasi eco-tourism yang potensial. Perkembangan itu berkan pendanaan Uni Eropa yang diimplementasikan oleh Yayasan Indecon.
Blogger itu menggarisbawahi betapa Flores memiliki daya pikat pariwisata yang kuat di sektor kebudayaan. Di sisi lain, produksi wirausaha lokal, seperti Kopi Luwak dan kerajinan tangan yang dikerjakan oleh para perempuan turut menjadi faktor pemikat tersendiri.
"Produk kewirausahaan dan pariwisata lokal itu berpotensi mengentaskan kemiskinan dan pemberdayaan perempuan Flores," tambahnya.
Di Yogyakarta, Lauren berkesempatan untuk melihat bagaimana kota tersebut memajukan ketercakupan dan pemenuhan hak bagi individu penyandang disabilitas atau yang berkebutuhan khusus. Sebuah pencapaian berkat program yang didanai oleh Uni Eropa dan diimplementasikan oleh Christoffel Blindenmission Deutschland dan Handicap International di Kota Pendidikan itu.
"Saya lihat bagaimana beberapa fasilitas publik telah ramah bagi para penyandang disabilitas. Sejumlah penyandang disabilitas yang saya temui juga tampak lebih optimistis dalam memandang hidup mereka ke depan," kata Lauren.
Terakhir, Lauren sempat menemui dan bercengkerama dengan berbagai korban penyiksaan peristiwa kejahatan HAM masa lampau, salah satunya seperti korban persekusi Peristiwa 1965.
Pemberdayaan terhadap korban persekusi Peristiwa 1965 dan korban peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu merupakan salah satu program yang turut didanai oleh Uni Eropa dan diimplementasikan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS).
"Mereka bercerita kepada saya bagaimana trauma-trauma akibat persekusi yang mereka terima saat Peristiwa 1965 perlahan luntur berkat beragam program self-help yang mereka ikuti. Salah satu korban berpesan agar orang-orang Indonesia tak lupa dan buta akan sejarah serta pelanggaran HAM di masa lalu," ujar Lauren.
Ketika ditanya mengenai seberapa berhasil program pengembangan sosial-kemanusiaan yang didanai oleh Uni Eropa di Indonesia, Lauren mengatakan, "Kebanyakan orang-orang yang saya temui memang tak menyadari betul bahwa ada program-program semacam itu terhadap komunitas mereka."
"Tapi, saya melihat bagaimana program tersebut tampak menyentuh kelompok masyarakat yang memang ingin disasar," ujarnya.
Lauren juga berharap, program-program Uni Eropa lain dapat terus berjalan secara berkesinambungan di Tanah Air. Ia juga berharap agar Pemerintah Indonesia dan Daerah semakin meningkatkan partisipasinya dalam program semacam itu di masa depan.
Face2Hearts
Misi yang dilakukan Lauren dikemas dalam program perdana kantor pusat Uni Eropa di Brussles bernama Faces2Hearts. Lima delegasi berstatus aktivis sosial-kemanusiaan merangkap blogger dikirim ke empat kawasan; Asia (mencakup Indonesia), Amerika Latin, Afrika Barat dan Tengah, serta Afrika Timur dan Selatan.
Para delegasi bepergian ke sejumlah negara selama 5 bulan, dimulai sejak Januari 2018. Lauren Kana Chan sendiri berada di Indonesia selama dua pekan pada 9 - 26 Maret 2018.
Sebelum dari Indonesia, Lauren telah menyambangi Laos, Kamboja, dan Fiji. Destinasi selanjutnya yang akan disasar oleh blogger itu antara lain; Bangladesh, Nepal, dan Uzbekistan.
Selepas melaksanakan misi tersebut, para blogger akan mempresentasikan hasil perjalanan mereka di hadapan pakar dan politisi bidang pengembangan manusia dalam European Development Days Uni Eropa yang akan digelar pada 5 - 6 Juni 2018 di Brussels, Belgia.
Program Pendanaan Uni Eropa di Indonesia
Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend menyatakan bahwa program-program UE untuk pengembangan sosial-manusia di merupakan bentuk komitmen dan hubungan positif antara kedua belah pihak.
"Uni Eropa telah melakukan beragam dukungan yang signifikan bagi perkembangan di Indonesia saat ini, mulai dari bidang pendidikan, lingkungan, good-governance, pengembangan lembaga pemerintahan dan swadaya masyarakat, serta pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal," ujar Dubes Uni Eropa itu.
Baru-baru ini, ada empat buah program atau program pengembangan sosial-manusia di Indonesia yang didanai oleh Uni Eropa yang telah diselesaikan.
Program itu mencakup bidang pengembangan ketercakupan hak individu yang termarjinalkan, komunitas masyarakat terpencil dan tertinggal, dan pemajuan hak asasi manusia. Dana yang digelontorkan oleh Uni Eropa untuk program tersebut mencapai Rp 513 miliar.
Sementara itu, Uni Eropa juga telah menyumbang dana senilai Rp 42 miliar untuk pengembangan masyarakat Provinsi Papua di tiga kota; Jayapura, Merauke, dan Jayawijaya.
Itu belum termasuk program beasiswa pendidikan tinggi EU ASEAN Share untuk mahasiswa ASEAN -- termasuk Indonesia -- senilai Rp 154 miliar.
Advertisement