Kota Ini Larang Warganya Sekarat dan Meninggal, Kok Bisa?

Kota kecil Longyearbyen, yang terletak dekat dengan Kutub Utara melarang penduduknya meninggal dan sekarat di sana. Apa penyebabnya?

oleh Nur Aida Tifani diperbarui 27 Mar 2018, 19:24 WIB
(Foto: TimHill/Pixabay) Ilustrasi cahaya utara.

Liputan6.com, Jakarta - Setiap daerah pasti punya kebijakan tersendiri bagi penduduknya. Tujuan diperlakukan hal itu untuk mengatur para penduduk bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Meski begitu, sebuah kota di Norwegia punya aturan yang terbilang tak biasa di telinga kita.

Kota bernama Longyearbyen melarang penduduknya untuk meninggal dan dikuburkan di daerah tersebut.

Wilayah yang dihuni oleh sekitar dua ribu penduduk itu terkenal pertunjukan Cahaya Utara (Aurora Borealis) yang muncul setiap tengah malam. Namun, ada cerita menarik tentang pemukiman tersebut. Pihak berwenang setempat melarang penduduk maupun pendatang baru untuk meninggal dan melakukan pemakaman di tempat tersebut.

"Jika tampaknya Anda akan meninggal, segala upaya akan dikerahkan untuk membuat Anda pergi ke daratan utama," kata Jan Christian Meyer, seorang insinyur senior dan Profesor Asisten Profesor di Universitas Norwegia Sains dan Teknologi di Trondheim.

Melansir The Vintage News, Selasa (27/3/2018), sebenarnya ada alasan tepat mengapa pihak berwenang menerapkan kebijakan tersebut. Pada tahun 1950-an, penduduk menyadari bahwa permafrost, atau tanah yang mengalami titik beku pada suhu 0 °C menganggu proses penguraian jasad manusia.

 


Jasad yang utuh bukan pertanda baik

(Foto: frieord.no) Kota Longyearbyen

Mereka menemukan jasad yang telah lama dikuburkan berada dalam kondisi utuh dalam pemakaman mereka. Walaupun jasad mereka utuh, hal ini bukan tanda yang baik bagi para penduduk.

"Tanah beku secara permanen tidak hanya menjaga jasad dari proses penguraian dan mendorongnya kepermukaan. Mereka juga mengawetkan penyakit yang membunuhmu dan bisa terjangkit kepada penduduk lokal," kata Mayer kepada Mail Online.

Tentunya hal itu dianggap mengkhawatirkan, apalagi beberapa dekade sebelumnya pandemi Flu Spanyol yang mematikan, pernah terjadi di kota Longyearbyen.

Meskipun korban meninggal di daerah tersebut tidak banyak, mereka sempat dikuburkan pada tahun 1918 dan 1920. Namun, dengan adanya penemuan ini tentunya para pihak berwenang tak ingin mengambil risiko.

Hingga akhirnya mereka membuat tindakan cepat. Selain menutup kuburan, pemerintah negara bagian juga mengesahkan kebijakan bahwa sekarat dan meninggal di kota Longyearbyen merupakan tindakan yang ilegal.

Semua orang dipersilahkan datang dan tinggal di sana asalkan tidak dalam keadaan sekarat, apalagi meninggal.

Jika nyawa penduduk sekitar tidak tertolong, orang-orang akan membawa jasadnya ke wilayah Norwegia lain dan pemerintah akan mengurus pemakamannya. Cara pemakaman lain seperti mengubur sisa-sisa kremasi juga perlu persetujuan negara.


Banyak kota lain menetapkan kebijakan serupa

(Foto: peaksignal/pixabay)

Ternyata tidak hanya Longyearbyen yang mempunyai aturan semacam ini. Kota kecil di Calabria, juga menetapkan pelarangan agar penduduknya untuk sakit dan meninggal. Walikota mereka, Davide Zicchinella yang mengesahkan undang-undang ini bertujuan agar para penduduknya mementingkan tingkat kesehatan mereka.

Jauh sebelum itu, Peisistratus, seorang pemimpin Athena di zaman Yunani kuno juga pernah memberlakukan aturan semacam itu. Ia meminta rakyatnya menggali semua jasad dan melarang orang untuk meninggal dan melahirkan di pulau suci Delos.

Pulau Miyajima di Jepang yang dianggap sebagai pulau para dewa juga menerapkan hal tersebut. Tempat sakral itu kerap dijaga kesuciannya dengan melarang orang dikuburkan di sana. Biasanya para orangtua yang sakit parah atau meinggal akan segera dipindakan ke daratan utama.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya