Sri Mulyani Sebut Kebijakan Fiskal yang Tepat Ampuh Tekan Ketimpangan

Menkeu Sri Mulyani akan menjalankan kebijakan fiskal secara tepat untuk menjaga momentum pertumbuhan dan mengurangi ketimpangan.

oleh Bawono Yadika diperbarui 27 Mar 2018, 18:03 WIB
Kondisi kesemrawutan di pemukiman kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (5/1). Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah penduduk miskin hingga September tahun lalu turun menjadi 27,76 juta orang dibandingkan Maret 2016. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia atau World Bank menyatakan kebijakan fiskal yang dijalankan pemerintah pada tahun lalu maupun tahun ini berdampak besar untuk mengurangi ketimpangan di Indonesia. Kebijakan tersebut meliputi pembangunan infrastruktur, investasi sumber daya manusia (SDM), dan kebijakan lainnya. 

Demikian disampaikan Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Frederico Gil Sander dalam laporannya pada Indonesia Economic Quaterly Edisi Maret 2018 di Soehanna Hall, Jakarta (27/3/2018).

"Untuk mendukung pertumbuhan yang inklusif, Indonesia perlu melakukan belanja lebih efektif untuk pendidikan, membelanjakan lebih banyak di bidang prioritas seperti infrastruktur, kesehatan, bantuan sosial, serta mengumpulkan lebih banyak pendapatan dengan cara yang efisien dan mendukung pertumbuhan agar belanja juga meningkat," ucap Sander. 

Dia lebih jauh mengatakan, investasi pada kesehatan dan pendidikan merupakan salah satu cara mempercepat kemajuan pada 2018 dan 2019. 

"Infrastruktur, sumber daya manusia, produktivitas, dan investasi peningkatan kualitas hidup dapat dilakukan dengan berinvestasi di pendidikan serta kesehatan. Ini yang bisa kita akselerasi pada 2018 dan 2019," tuturnya.

Senada dengan Sander, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut investasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan merupakan hal penting dalam membelanjakan anggaran negara.

"Biasanya orang hanya fokus pada utang negara saja. Padahal revenue side (pendapatan) dan spending side (pengeluaran) merupakan hal dasar penting dalam perekonomian. Kita bisa investasi di pendidikan, kesehatan, serta pengurangan stunting di Indonesia," ujarnya.

"Jadi bagaimana pemerintah bisa menjaga momentum pertumbuhan? Kebijakan fiskal di sini berperan penting. Namun tetap pemain utamanya adalah swasta," Sri Mulyani menjelaskan. 

Selain itu, dia mengaku pentingnya untuk mengontrol tingkat konsumsi yang terjadi dalam level rumah tangga.

"Kita juga perlu berhati-hati pada tren komoditas harga, seperti pada makanan dan barang yang perlu dilihat kembali pada konsumsi rumah tangga di tingkat yang sehat," tuturnya.

Sri Mulyani berharap laporan dari Bank Dunia tersebut digunakan untuk memperbaiki serta meningkatkan kebijakan fiskal di Indonesia.

"Bagaimana mengubah demand atau permintaan menjadi lebih baik? Saya harap dengan adanya laporan ini, serta merta dapat digunakan oleh seluruh pemangku kebijakan (stakeholder) untuk perbaikan kebijakan fiskal di Indonesia," tandas Sri Mulyani.


Sri Mulyani Naikkan Subsidi Solar Jadi Rp 1.000 per Liter

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri pembukaan High - Level International Conference di Jakarta, Selasa (27/2). Konferensi internasional tingkat tinggi ini bertemakan "Models in a Changing Global Landscape". (Liputan6.com/JohanTallo)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan akan menambah subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dari saat ini Rp 500 per liter menjadi Rp 1.000 per liter. Keputusan ini akan diusulkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018 dengan DPR.

Dia menjelaskan, keputusan penambahan subsidi Solar ini seiring dengan munculnya risiko kenaikan harga minyak dunia.

"Untuk subsidi kita pastikan akan ada kenaikan dari Rp 500 per liter menjadi Rp 1.000 per liter dengan volume 16,3 juta kiloliter (Kl)," kata Sri Mulyani di kantornya, Senin (12/3/2018).

Dengan bertambahnya subsidi ini, maka beban APBN akan bertambah sekitar Rp 4,1 triliun. Meski begitu, tambahan alokasi subsidi ini tidak memengaruhi target defisit APBN 2018 yang sebesar 2,19 persen dari produk domestik bruto (PDB). 

Sebenarnya kenaikan harga minyak dunia tersebut memberikan pendapatan tambahan ke pemerintah. Namun, di sisi lain, pemerintah juga harus memastikan konsumsi masyarakat tetap terjaga, serta neraca keuangan PT Pertamina (Persero) juga tetap sehat.

Dengan tambahan subsidi mencapai Rp 4,1 triliun tersebut, Sri Mulyani memastikan akan meringankan Pertamina dalam menjalankan bisnisnya dan tetap melakukan ekspansi.

Tak hanya untuk BBM, Sri Mulyani juga akan menambah anggaran untuk subsidi listrik ke PT PLN (Persero). Selain sebagai dampak kenaikan harga minyak, PLN di 2018 juga akan menambah jumlah pelanggan subsidi sebesar 1 juta pelanggan. Hanya saja untuk PLN, Sri Mulyani mengaku belum memiliki detail angka penambahannya di APBN-P nanti.

"Dari semua itu, kita sangat optimistis defisit akan bisa kita kendalikan sesuai APBN 2017 di angka 2,19 persen dari PDB, jauh lebih rendah dari realisasi tahun lalu sebesar 2,49 persen," tutup Sri Mulyani. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya