Liputan6.com, Vancouver - Organisasi pemerhati lingkungan berskala internasional, Greenpeace, keluar dari organisasi pengelola hutan internasional yang mensertifikasi produk kayu berkelanjutan pada Selasa, 27 Maret 2018.
Greenpeace mengatakan, alasan mereka keluar dari Forest Stewardship Council (FSC) atau Dewan Pengelolaan Hutan Internasional adalah karena organisasi itu gagal melindungi hutan alam dari eksploitasi. Demikian seperti dikutip dari VOA (28/3/2018).
Organisasi yang berembrio di Vancouver, Kanada, itu turut membantu mendirikan FSC dua dekade silam.
Baca Juga
Advertisement
Greenpeace mengatakan FSC tidak konsisten menerapkan standarnya dan "tidak memenuhi" tujuannya untuk melestarikan hutan-hutan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Cap FSC, yang bergambar pohon, banyak dicari oleh produsen kertas dan produsen barang berbahan kayu, sebagai pengesahan agar bisa digunakan di pasar untuk mempromosikan bahwa produk mereka berasal dari proses produksi berkelanjutan dan bisa dijual dengan harga premium.
FSC telah menuai kesuksesan di beberapa kawasan, kata kelompok pencinta lingkungan hidup itu. Namun, FSC gagal di "kawasan-kawasan berisiko tinggi yang memiliki institusi demokratis dan masyarakat sipil yang lemah dan korupsi yang marak."
Dalam pernyataan yang diunggah di situs web, Greenpeace Internasional mengatakan dewan sudah menjadi "alat bagi ekstraksi hutan dan industri kayu," dan menyatakan pihaknya tidak akan membarui lagi keanggotaannya.
Greenpeace mengatakan cabang-cabang nasional di masing-masing negara-termasuk di Indonesia--akan membuat keputusan masing-masing mengenai kelanjutan kerja sama dengan FSC.
FSC Membantah
FSC dalam pernyataan melalui pos-el pada Selasa, 27 Maret 2018 membantah sudah membiarkan penebangan hutan dan mengatakan tidak banyak organisasi yang bisa menyamai transparansinya.
"Kenyataannya, FSC adalah alat untuk pengelolaan hutan yang bertanggung jawab, yang termasuk kehutanan dan pemanenan. Ini adalah mandat utama dari organisasi. Tapi FSC juga menjaga dari meluasnya pembalakan liar, penebangan hutan dan ujungnya, degradasi hutan," kata FSC.
Di Indonesia, FSC telah memberikan sertifikasi kepada Korindo, perusahaan patungan Korea-Indonesia, yang telah membuka lahan hutan hujan di Papua untuk industri kayu dan perkebunan kelapa sawit.
Advertisement