Liputan6.com, Jakarta - Polri menegaskan bahwa pencopotan AKBP Heru Pramukarno dari jabatan Kapolres Banggai, Sulawesi Tengah, bukan terkait pembubaran pengajian ibu-ibu saat mengawal eksekusi lahan di wilayahnya. Alasannya justru karena Heru tidak cermat dalam mengambil keputusan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal mengatakan, eksekusi lahan tersebut dilakukan oleh Pengadilan Negeri Luwuk. Dalam hal ini, Polres Banggai hanya diminta bantuan pengamanan.
Advertisement
"Propam menemukan ketidakcermatan Kapolres dalam melihat eksekusi itu," terang dia.
Hasil investigasi Propam Polri ditemukan fakta masih banyak warga memiliki sertifikat tanah pada lahan yang dieksekusi. Artinya, warga masih memiliki bukti kuat dan berhak menempuh upaya hukum.
"Seharusnya Pak Kapolres bisa meminta penundaan (eksekusi ke PN), karena proses permohonan eksekusi pengadilan tidak bersifat final," ucap Iqbal.
Polisi harus mempertimbangkan faktor keamanan dalam mengawal eksekusi. Menurut Iqbal, polisi memiliki hak menunda proses eksekusi hingga perlawanan atau upaya hukum yang ditempuh warga selesai.
Namun pertimbangan itu tak dilakukan Polres Banggai. "Maka dari itu kapolresnya dicopot," Iqbal menandaskan.
Eksekusi Pengadilan Negeri
Menurut Iqbal, yang berwenang melakukan eksekusi adalah pengadilan negeri.
"Jadi saya tegaskan eksekusi dilakukan oleh pengadilan negeri," ujar Iqbal saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Dalam perjalanannya, lanjut Iqbal, terdapat perlawanan masyarakat terhadap proses eksekusi tersebut. Bahkan acara pengajian dan zikir yang dilakukan ibu-ibu itu juga dilakukan dalam rangka menolak proses eksekusi.
Advertisement