Pasir Pantai Sehalus Terigu yang Ubah Nasib Keluarga Nelayan Aru

Pantai Pasir Karunia di Desa Jurjela, Pulau Aru, Maluku, dahulu tidak bernama, kumuh, dan penuh sampah. Hanya ada puluhan pohon cemara yang tumbuh subur.

oleh Abdul Karim diperbarui 29 Mar 2018, 06:00 WIB
Meski hamparan pasir hanya seluas satu hektare, keindahan Pantai Karunia di Desa Jurjela, Pulau Aru, Maluku, tidak terbatas. (Liputan6.com/Abdul Karim)

Liputan6.com, Aru - Terletak di Dusun Belakang Wamar, Desa Jurjela, Kecamatan Pulau Aru, Kabupaten Aru, Maluku, terdapat spot wisata alam yang sangat menawan. Namanya Pantai Pasir Karunia.

Objek wisata yang satu ini baru dibuka untuk umum di tahun 2016, namun namanya sudah kesohor hingga penjuru dunia. Sudah tak terhitung turis mancanegara dan pelancong asal Indonesia yang menikmati keindahan alam di salah satu pantai di Pulau Aru tersebut.

Bahkan, sensasi keindahan koral dan karang di pantai ini hanya berjarak enam meter dari garis pantai. Pengunjung bisa melihatnya dengan mata telanjang saat berada di atas perahu.

Luas Pantai Pasir Karunia di Pulau Aru, hanya satu hektare, tapi keindahannya tidak terbatas. Jika sudah menginjakkan kaki di pintu masuk kawasan ini, pengunjung langsung dimanjakan dengan hilir mudik kumpulan ikan teri dan anak ikan bubara, serta ikan karang.

Gerombolan ikan itu bermain mengikuti arus gelombang di bawah jembatan penyeberangan terbuat dari kayu sepanjang tiga meter dengan lebar 1,5 meter.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Dahulu Kumuh dan Penuh Sampah

Meski hamparan pasir hanya seluas satu hektare, keindahan Pantai Karunia di Desa Jurjela, Pulau Aru, Maluku, tidak terbatas. (Liputan6.com/Abdul Karim)

Pantai Pasir Karunia dahulu tidak bernama, kumuh, dan penuh sampah, hanya ada puluhan pohon cemara yang tumbuh sumbur. Namun, sekitar tahun 2015, seiring perubahan arus laut, berkubik-kubik pasir sehalus terigu terus menumpuk di kawasan yang awalnya dijadikan tembatan kapal pemasok bahan bakar minyak untuk penampung bahan bakar minyak (BBM) di Aru.

Oce Karaten (51), nelayan asal Desa Jurjela selaku pengelola Pantai Pasir Karunia menuturkan, tahun 2013, dia meminta izin dari pemerintahan Desa Jurjela untuk membuat rumah panggung di pesisir pantai sebagai tempat istirahatnya.

Saat itu, ayah tiga anak ini membudidayakan ikan karang dengan teknik keramba, yakni bibit ikan ditampung dan dipelihara hingga masa panen tiba. Namun, tahun 2014, pasir putih terus tersapu arus laut dan bertumpuk di bawah tiang rumahnya.

Terpaksa, ia menggeser lagi keramba ikan ke laut. Hingga tahun 2016, tiang-tiang rumah panggung yang dibuatnnya telah tertutupi pasir.

"Tiang rumah saya ini tiga meter, sekarang yang terlihat hanya beberapa centi saja. Dan saya harus mendorong keramba saya ke laut agar tidak tertutup pasir," ucap Oce kepada Liputan6.com, belum lama ini.

 


Asal Muasal Nama Pantai Karunia

Meski hamparan pasir hanya seluas satu hektare, keindahan Pantai Karunia di Desa Jurjela, Pulau Aru, Maluku, tidak terbatas. (Liputan6.com/Abdul Karim)

Melihat tumpukan pasir terus berdatangan, Oce lalu berinisiatif membuat tanggul penghalang di sudut-sudut areal yang dikuasainya. Ia bermaksud agar pasir-pasir itu bisa langsung tertata.

Teknik itu pun berhasil. Pasir-pasir yang dibawa arus hanya bertumpuk pada sisi yang dia inginkan.

"Kalau tidak membuat tanggul, pasti kondisinya tidak seperti ini sekarang, akan semerawut dan sulit untuk menatanya," ujar Oce.

Seiring banyaknya tumpukan pasir dan mulai tertata pesisir pantainya, Oce memutuskan mengubah kawasan ini tidak sekadar tempat peternak ikan. Tapi, sekaligus objek wisata alam.

Jika berada di lokasi ini saat pagi ataupun ketika matahari terbenam, pengunjung akan merasa sensasi sendiri. Berada di Teluk Wamar membuat kawasan ini tidak bergelombang dan arus airnya tidaklah sederas pantai lain.

Lautnya sangat bersih, jernih, tidak ada limbah yang perlu ditakutkan, cocok untuk piknik bersama keluarga.

Dengan perubahan status kawasan tersebut dan kian banyak wisatawan yang datang, maka tingkat kesejahteraan Oce dan keluarganya ikut berubah secara perlahan lahan.

Pendapatan mereka tidak hanya bertumpuk di hasil panen budi daya ikan, namun juga dari biaya masuk Rp 5 ribu per orang yang diberlakukan untuk setiap pelancong. Atas keindahan alam dan kenikmatan yang diterima keluarganya, Oce dan istrinya akhirnya sepakat menamakan lokasi indah tersebut dengan Pantai Karunia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya