Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan era Kabinet Pembangunan VII, Fuad Bawazier mengatakan, pemerintah tidak boleh mengabaikan kritik masyarakat mengenai kondisi utang yang meningkat.
Pemerintah harus memperhatikan hubungan kritik tersebut terhadap fakta di lapangan. "Semua orang mengkritisi itu (utang) enggak usah sewot, tapi harus diperhatikan," ujar Fuad di Hotel Mercure, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Baca Juga
Advertisement
Fuad menjelaskan, pemerintah juga tidak boleh menjawab kritik utang dengan mambandingkan kondisi utang Indonesia dengan Jepang. Sebab, Jepang memiliki basis utang yang berbeda dengan Indonesia.
"Jepang itu beda dengan Indonesia dalam segi mata uangnya Yen dan utangnya dalam negeri. Praktis utangnya kepada bank sentral dan rakyatnya. Terus bunganya juga cuma satu persen, terkontrol, makanya kreditnya A+. Kita tidak apa-apanya," kata Fuad.
Selanjutnya
Fuad menjelaskan, Jepang juga memiliki neraca perdagangan yang terus surplus. Sementara, Indonesia mengalami defisit dalam beberapa bulan terakhir.
"Kekayaan bersihnya negeri Jepang neraca negaranya masih surplus. Modal bersihnya masih USD 2,8 triliun. Walau utangnya besar dia itu negara kreditur," tutur dia.
"Kita sebaliknya sebagian utang dalam mata uang asing dan dipegang oleh asing. Neraca negara kita masih minus. Jadi itu seperti membandingkan emas sama tembaga atau besi tua," tambah dia.
Hal lain yang membuat rasio utang Indonesia tidak sesuai jika dibandingkan dengan Jepang adalah, Jepang meskipun rasio utang tinggi tetapi peringkat kreditnya tetap A+.
"Makanya Jepang 200 persen tapi kenapa kreditnya A+ sementara kita rasio utang 30 persen tapi cuma B. Makanya jangan main politisi. Jangan main akrobat. Kalau mau main akrobat semuanya diputar-putar," ujar dia.
Reporter: Anggun Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement