Saham Amazon Bebani Wall Street

Sektor saham teknologi dan energi bebani laju wall street. Namun rilis data pertumbuhan ekonomi AS tahan pelemahan wall street.

oleh Agustina Melani diperbarui 29 Mar 2018, 05:00 WIB
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah didorong sektor saham teknologi. Saham Amazon tertekan bebani sektor saham teknologi.

Pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones turun tipis 9,29 poin atau 0,04 persen ke posisi 23.848,42. Indeks saham S&P 500 melemah 7,62 poin atau 0,29 persen ke posisi 2.605. Sedangkan indeks saham Nasdaq tergelincir 59,58 poin atau 0,85 persen ke posisi 6.949,23.

Indeks saham Nasdaq tertekan didorong saham perusahaan teknologi besar yang merosot antara lain saham Amazon turun sekitar 4,4 persen, saham Netflix susut 4,9 persen dan Apple turun 1,1 persen. Saham Amazon yang tertekan mendorong kapitalisasi pasar saham Amazon sempat terpangkas lebih dari USD 53 miliar atau sekitar Rp 730,36 triliun (asumsi kurs Rp 13.780 per dolar Amerika Serikat).

Mengutip laman CNBC, Kamis (29/3/2018),saham Amazon turun usai Axios melaporkan Presiden AS Donald Trump “terobsesi” dengan perusahaan. Laporan itu juga menuturkan, Trump ingin dorong Amazon.

Sekretaris Gedung Putih Sarah Sanders menuturkan, pihaknya tidak memiliki dan tidak ada kebijakan yang sedang mendorong Amazon. Sementara itu, saham Apple turun usai analis Goldman Sachs prediksi penjualan iPhone lebih rendah pada Maret. Analis Goldman Sachs juga memangkas target harga Apple menjadi USD 159. Kemudian saham Tesla turun 7,7 persen seiring kabar ada investigasi kecelakaan dan kebakaran di California.

“Sektor saham teknologi menjadi berita sekarang. Pelaku pasar sekarang melihat rotasi untuk keluar dari saham teknologi, dan berpindah ke aset dengan valuasi murah dan lebih fair,” ujar Adam Sarhan, CEO 50 Park Investments.

Sebelumnya indeks saham acuan sektor teknologi turun 3,5 persen. Penurunan itu terbesar sejak 8 Februari. Sektor saham teknologi tertekan dipicu saham Nvidia dan Facebook. Skandal penggunaan data sekitar 50 juta pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica telah menekan saham Facebook.

“Saham perusahaan teknologi besar bukan lagi kotak hitam yang ramping dan elegan. Kini butuh intervensi untuk memperbaikinya,” ujar Nicholas Colas, Pendiri DataTrek Research.

Mengutip laman Reuters, sektor saham energi mencatatkan penurunan terbesar di antara 11 sektor saham S&P. Indeks sektor saham energi turun 1,99 persen usai harga minyak tertekan. Hal itu juga menekan wall street.

 


Selanjutnya

Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Selain itu, investor juga juga berbondong-bondong pindah ke aset konservatif lebih aman seperti obligasi. Hal itu mendorong imbal hasil surat berharga bertenor 10 tahun berada di bawah 2,8 persen.

Sentimen lainnya pengaruhi wall street yaitu rilis data pertumbuhan ekonomi AS tercatat 2,9 persen pada kuartal IV 2017. Pertumbuhan ekonomi didorong dari belanja konsumen. Rilis data ekonomi tersebut menahan sentimen negatif. Namun, data ekonomi yang menguat mendorong spekulasi bank sentral AS atau the Federal Reserve akan agresif naikkan suku bunga.

Investor global pun kini mengawasi masalah perdagangan global terutama melihat apa yang terjadi antara AS dan China. Hal itu terjadi usai Trump menandatangani memorandum eksekutif yang mengenakan tarif impor barang China hingga USD 60 miliar.

Volume perdagangan saham di wall street tercatat 6,96 miliar saham. Angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata selama 20 harian sekitar 7,36 miliar saham.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya