Sri Mulyani Percepat Pengembalian Lebih Bayar Pajak, Ini Penjelasannya

Sri Mulyani mengeluarkan tiga kebijakan di bidang perpajakan. Apa saja?

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Mar 2018, 11:46 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan tiga kebijakan di bidang perpajakan. Tiga kebijakan itu, antara lain percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), pedoman pemeriksaan bersama kontrak bagi hasil, dan penyederhanaan prosedur pembebasan pajak barang mewah. 

Kebijakan tersebut menindaklanjuti kritikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai ruwetnya proses restitusi hingga membuat frustasi para pengusaha di Indonesia.

"Dengan kebijakan ini diharapkan akan meningkatkan kepastian hukum, memperbaiki kemudahan berusaha, serta mendorong efisiensi administrasi perpajakan," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (29/3/2018).

Kebijakan pertama, percepatan restitusi. Pemerintah memperluas kriteria wajib pajak (WP) yang berhak didahulukan atas restitusi pajaknya:

1. WP yang patuh membayar pajak

2. WP dengan nilai restitusi kecil

3. Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah.

"Dalam kebijakan baru ini, kelebihan pembayaran yang berhak mendapat restitusi dipercepat naik 900 persen," ucap Hestu Yoga.

Adapun perubahan nilai pengembalian kelebihan pembayaran atau restitusi pajak maksimum:

1. Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Non-Karyawan dari nilai restitusi maksimum Rp 10 juta menjadi Rp 100 juta

2. PPh WP Badan dari nilai Rp 100 juta menjadi Rp 1 miliar

3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PKP dari nilai restitusi maksimum Rp 100 juta menjadi Rp 1 miliar.

Hestu Yoga menjelaskan, kategori PKP berisiko rendah diperluas yang kini mencakup eksportir mitra utama kepabeanan, dan eksportir operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator).

Selain itu, prosedur penelitian yang dilakukan Ditjen Pajak juga disederhanakan untuk mempercepat proses pemberian pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

Kebijakan restitusi juga dipercepat sebagai fasilitas khusus bagi WP yang memilikiriwayat kepatuhan baik, dan tingkat risiko yang relatif rendah terhadap penerimaan negara.

Pemberian fasilitas khusus ini memberi manfaat bagi arus kas perusahaan sehingga diharapkan mendorong WP untuk lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.

Menurut Hestu Yoga, kebijakan baru yang diumumkan kemarin (28/3) ditujukan agar lebih banyak lagi WP yang dapat memanfaatkan fasilitas restitusi dipercepat.

"Sehingga pada akhirnya akan meningkatkankemudahan berusaha dan mengurangi beban opportunity cost akibat proses pemeriksaan restitusi yang panjang dan memakan waktu lama," tegasnya.

Bagi pemerintah, kebijakan ini akan membebaskan sumber daya yang saat ini digunakan untuk pemeriksaan restitusi pajak sehingga dapat fokus pada upaya pengawasan atas WP dengan risiko tinggi.

 

 

 


Prosedur Pemeriksaan Bersama Kontrak Bagi Hasil

Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Pemeriksaan atas pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas dilaksanakan secara bersama antara Ditjen Pajak, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemeriksaan atas Kontrak Kerja Sama berbentuk Kontrak Bagi Hasil dengan pengembalian biaya (cost recovery).

Melalui kebijakan ini, pemeriksaan atas Kontraktor Kontrak Kerja Sama akan dilakukan oleh Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia.

Kebijakan ini akan meningkatkan kepastian hukum bagi KKKS karena hanya ada satu pemeriksaan, sehingga mengurangi potensi sengketa. Pada saat yang bersamaan pula, menekan beban biaya kepatuhan.

"Bagi pemerintah, kebijakan ini akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan, serta mendorong kemudahan berusaha dan investasi di sektor hulu minyak dan gas," jelas Hestu Yoga.


Prosedur Bebas Pajak Barang Mewah Disederhanakan

Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Sri Mulyani juga menyederhanakan prosedur pemberian fasilitas pembebasan PPN atau PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) kepada badan internasional serta pejabatnya terkait penyelenggaraan kegiatan yang dihadiri oleh kepala negaradan/atau pimpinan badan internasional. Dalam prosedur yang baru, fasilitas pembebasan tersebut dapat diperoleh tanpa Surat Keterangan Bebas dari Ditjen Pajak dan Surat Rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara.

Akan tetapi cukup dengan surat persetujuan dari pimpinan kementerian/lembaga terkait, dengan melampirkan rincian daftar barang dan jasa, serta identitas penjual atau penyedia.

Hestu Yoga mengatakan, tiga kebijakan ini merupakan bukti komitmen pemerintah dalam melaksanakan reformasi perpajakan termasuk melalui penyederhanaan regulasi.

"Serta peningkatan sinergi antar unit kerja yang diharapkan meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi perpajakan. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya