Liputan6.com, Jakarta Rabbit Town yang ada di kawasan Ciumbuleuit, Bandung, belakangan ramai dibicarakan di media sosial. Destinasi wisata Instagramable yang punya 10 spot swalfoto (selfie) ini disebut-sebut menjiplak beberapa konsep selfie corner yang ada di luar negeri.
Menyoal hal ini, Barry Kusuma, fotografer travel yang juga travel influencer berpengalaman, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (29/3/2018) mengatakan, banyak tempat wisata di Indonesia belakangan muncul jadi kurang kreatif dan latah karena faktor Instagram. Memang tak dapat dimungkiri, kemunculan Instagram sangat berpengaruh bagi dunia pariwisata, sebagai aplikasi untuk membagikan gambar dan pengalaman wisata.
Advertisement
“Karena laku banget, belum banyak orang ke sana, misalnya, ya sudah jalan pintasnya ngikutin. 3D art itu di Korea kan populer banget, di Jepang. Tiba-tiba di Indonesia ngikutin, banyak banget 3D art, di Bali, beberapa kota besar, tiba-tiba menjamur. Tapi gue yakin, kalau kita cuma ngikutin, cuma jadi follower, umurnya enggak akan lama sih,” ungkap Barry.
Tidak Sesuai Karakter
Lebih jauh Barry menambahkan, kecenderungan mengikuti apa yang ada di luar negeri membuat tempat-tempat wisata Instagramable (laik Instagram) di Indonesia tidak sesuai dengan karakter dan budaya di mana destinasi wisata itu dibangun.
“Gue suka apa yang dilakukan di Klaten sekarang, yang mereka memang membangun tempat wisata buatan yang disesuaikan dengan karakter Klaten. Kayak ada kolam alami buat selfie di dalam air. Yang kayak-kayak gitu justru malah bagus, karena mereka tidak menjiplak, sesuai dengan karakter tempat ini,” kata Barry menjelaskan.
Advertisement
Banyak Anak Indonesia yang Kreatif
Barry sendiri mengatakan, aktivitas plagiat selfie corner di luar negeri tidak menggeneralisasi bahwa semua orang Indonesia tidak kreatif. Sepanjang penjelajahannya mengelilingi Indonesia sebagai fotografer travel, Barry menemukan banyak orang Indonesia yang kreatif, yang mampu mengembangkan sendiri daerahnya menjadi tujuan wisata tanpa harus menjiplak. Namun, kurangnya tenaga marketing membuat berbagai destinasi buatan yang orisinal ini kurang terekspos.
“Sebagian orang Indonesia itu kecenderungannya ingin tempat-tempat wisata yang murah, tapi bagaimana di situ dia bisa pamer di Instagram,” kata Barry menambahkan.
Hal inilah yang kemudian, menurut Barry, menjadi salah satu faktor pengembang destinasi wisata, salah satunya Rabbit Town, mencari jalan pintas dengan menjiplak apa yang ada di luar negeri
Simak juga video menarik berikut ini: