PPP Setuju Langkah PDIP dan Golkar Dorong Jokowi Keluarkan Perppu Pilkada

Dia beralasan, bila tidak direvisi ataupun mengeluarkan perppu, hal itu akan berdampak buruk dalam demokrasi dan kepentingan lainnya.

oleh Ika Defianti diperbarui 29 Mar 2018, 16:04 WIB
Presiden Joko Widodo didampingi Ketum PPP Romahamurmuziy dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo tiba di Pondok Pesantren Salafiyah Safi'iyah Sukorejo, Jawa Timur, Sabtu (3/2). Jokowi dan Romi tampak mengenakan sarung. (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menyetujui langkah Partai Golkar dan PDI Perjuangan untuk mendorong Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Pilkada.

Akan tetapi, kata dia, sebenarnya perppu bukanlah satu-satunya jalan keluar. Arsul menyebut ada cara lain yang dapat dilakukan, yakni revisi kilat undang-undang pilkada oleh DPR.

"Kita setuju, tapi menurut PPP itu bukan satu-satunya cara. Cara lain DPR menginisiasi RUU cepat tentunya dengan memasukkan ke Prolegnas dan Prolegnas prioritas," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018).

Dia beralasan, bila tidak direvisi ataupun mengeluarkan perppu, hal itu akan berdampak buruk dalam demokrasi, kepentingan pemberantasan korupsi, dan pemerintahan yang lebih baik usai penyelenggaraan pilkada.

"Lebih setuju ada mekanisme pergantian kepala daerah (yang tersandung masalah hukum)," ucapnya.

 


Subjektivitas Presiden

Sidang kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (4/2/2015) pagi, membahas Pilkada serentak, Perppu perubahan UU tentang kelautan, dan tentang perumahan rakyat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Arsul menjelaskan, mengeluarkan perppu memang berdasarkan beberapa hal, misalnya adanya kegentingan yang memaksa. Dalam tafsirnya itu, subjektivitas dari presiden.

Dia melanjutkan, tak mempermasalahkan bila Jokowi melihat kegentingan itu diartikan sebagai pilihan untuk menangani demokrasi dan menjaga pemerintahan.

"Karena itu hal subjektif Presiden, apa yang baik menurut Presiden, iya itu yang diputuskan," jelas Arsul.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya