Strategi Baru, Nissan Akan Jual 1 Juta Mobil Listrik per Tahun

Lakukan strategi baru, tahun 2022 Nissan Motor berencana meluncurkan lebih banyak kendaraan listrik, meningkatkan dan mengembangkan sistem swakemudi, serta mempercepat konektivitas kendaraan.

oleh Yurike Budiman diperbarui 29 Mar 2018, 20:30 WIB
Nissan targetkan penjualan 1 juta kendaraan listrik per tahun (nissan)

Liputan6.com, Yokohama - Melihat kesuksesan Nissan LEAF, pabrikan mobil asal Jepang, Nissan Motor akan mengembangkan delapan kendaraan listrik terbarunya. Nissan menargetkan peningkatan dalam penjualan kendaraan listrik-nya hingga tahun 2022 mencapai 1 juta kendaraan per tahun. Hal ini sebagai penerapan strategi baru Nissan, 'Move To 2022'.

Dalam targetnya, Nissan juga akan terus mengembangkan teknologi e-POWER yang sudah disematkan pada Nissan Note dan Nissan Serena di Jepang. Lebih dari 129.000 Note e-POWER terjual di Jepang pada tahun pertamanya, dengan lebih dari dua pertiga pelanggan memilih model e-POWER ketimbang varian biasa.

Phillipe Klein selaku Chief Planning Officer Nissan, mengatakan, strategi Nissan untuk produk dan teknologi didedikasikan untuk memposisikan Nissan sebagai yang terdepan di bidang otomotif, teknologi, dan evolusi bisnis.

"Kami berupaya untuk fokus dalam menyampaikan Nissan Intelligent Mobility, yang mencakup tiga elemen inti dari elektrifikasi, yaitu teknologi swakemudi, konektivitas, dan layanan mobilitas baru," kata Klein dalam keterangan resminya, Kamis (29/3/2018).

Sebagai bagian dari Nissan M.O.V.E to 2022, Nissan juga akan meluncurkan dua mobil listrik di Tiongkok di bawah brand Venucia. Klein menyatakan hal ini merupakan strategi elektrifikasi. Nissan akan meluncurkan produk di Tiongkok yang dimulai tahun ini dengan kendaraan listrik baru untuk segmen C, berdasarkan teknologi Nissan LEAF.

"Peluncuran produk ini juga mencakup EV dengan harga terjangkau di Tiongkok dari joint venture Alliance, eGT New Energy Automotive. Kendaraan listrik baru dengan harga terjangkau ini akan dikembangkan Alliance dan Dongfeng untuk platform SUV segmen A," kata Klein.

Selain itu, Nissan akan memperkenalkan kendaraan listrik mini “kei” di Jepang dan akan menawarkan kendaraan listrik crossover global, yang terinspirasi dari konsep Nissan IMx. 

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Selanjutnya

Proyek swakemudi dan konektivitas di Alliance akan dipimpin oleh Senior Vice President Nissan Motor, Takao Asami dan Renault-Nissan Alliance Senior Vice President, Ogi Redzic.

Redzic mengumumkan tujuannya untuk menghadirkan konektivitas total bagi seluruh mobil Nissan, INFINITI, dan Datsun yang dijual di pasar utama. Hal ini dimungkinkan lewat peluncuran Alliance Connected Cloud.

"Alliance Connected Cloud akan memungkinkan semua perusahaan Alliance untuk mengintegrasikan manajemen data kendaraan di masa depan, sekarang, dan masa lalu, baik model-model baru maupun yang sudah ada di jalan," tutur Redzic.

“Ini akan mendukung layanan infotainment, serta mekanisme komunikasi satu pintu untuk memfasilitasi pertukaran kabar terbaru bagi semua kendaraan," lanjutnya. 

Alliance Connected Cloud menyediakan fondasi untuk memungkinkan perluasan konektivitas dan layanan mobilitas bagi Nissan, termasuk layanan robot-vehicle ride-hailing.

Nissan telah menguji coba layanan robot-vehicle ride-hailing yang diberi nama “Easy Ride” bersama DeNA sebagai mitra di awal bulan ini. 

Sementara itu, Klein menegaskan kembali bahwa rencana jangka menengah ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan tahunan sebesar 30 persen hingga 16,5 triliun yen pada akhir tahun fiskal 2022. Perusahaan juga menargetkan keuntungan sebanyak 8 persen dari operasi inti dan cumulative free cash flow sebesar 2,5 triliun yen. Ia berjanji untuk memanfaatkan kekuatan aset Renault-Nissan-Mitsubishi untuk mendukung tujuan perusahaan.

Nissan berharap, kendaraan bertenaga listrik, termasuk kendaraan listrik dan model e-POWER akan mencakup 40 persen angka penjualan perusahaan di Jepang dan Eropa pada tahun 2022, serta 50 persen di tahun 2025. Di Amerika Serikat, targetnya adalah 20-30 persen pada 2025 dan 35-40 persen di Tiongkok.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya