Liputan6.com, Washington DC - Perdana Menteri Inggris Theresa May memuji 'tanggapan keras' dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memutuskan untuk mengusir 60 diplomat Rusia. Kata pihak Gedung Putih yang memaparkan hasil sambungan telepon antara May - Trump baru-baru ini.
"Kedua pemimpin sepakat mengenai pentingnya membongkar jaringan mata-mata Rusia di Inggris dan Amerika Serikat untuk membendung aktivitas rahasia Rusia dan mencegah serangan dengan senjata kimia lainnya pada masa mendatang di wilayah negara masing-masing," kata Gedung Putih seperti dikutip dari VOA (29/3/2018).
Pengusiran itu merupakan bentuk respons atas kasus peracunan mantan mata-mata Rusia, Sergei Skripal dan anak perempuannya, Yulia Skripal oleh racun saraf.
Baca Juga
Advertisement
Washington menuduh Moskow sebagai dalang di balik peracunan. Di sisi lain, Negeri Beruang Merah berkali-kali membantah tuduhan.
Eksodus paksa para diplomat Rusia tak hanya dilakukan oleh Inggris dan Amerika Serikat.
Dimuat BBC, sebanyak 27 negara (termasuk AS dan Inggris) mengumumkan pengusiran lebih dari 140 diplomat Rusia. Pengusiran itu dilakukan untuk merespons hal serupa -- tudingan Rusia sebagai dalang dibalik peracunan Sergei dan Yulia Skripal.
Moldova, Irlandia, Australia, dan Belgia merupakan negara terakhir yang melakukan pengusiran, setelah langkah itu pertama kali dilakukan Inggris pada awal bulan ini.
Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau dikenal dengan NATO, juga mengusir tujuh diplomat Rusia, memblokir penunjukan tiga diplomat lainnya, serta mengurangi kuota delegasi penghubung (liasion) Rusia di NATO dari 30 orang menjadi 20 orang.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Respons Rusia
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa Amerika Serikat campur tangan dalam pengusiran massal itu.
"Ketika satu atau dua diplomat diusir dari negara ini atau itu, sambil membisakkan permintaan maaf di telinga kami, kami tahu pasti bawah ini adalah hasil dari tekanan besar, pemerasan besar, yang sayangnya menjadi alat utama Washington di wilayah internasional," ujar Lavrov.
Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut telah menyusun sejumlah kemungkinan tindakan balasan yang akan dipertimbangkan Presiden Vladimir Putin.
Seorang senator Rusia, Vladimir Dzhabarov, mengatakan akan ada respons "tit-for-tat" -- strategi pembalasan -- terhadap keputusan AS yang mengusir 48 diplomat Rusia di Washington dan 12 lainnya di PBB, New York.
Wakil Lavrov, Sergei Ryabkov, sebelumnya mengatakan bahwa Moskow tidak akan meninggalkan pembicaraan stabilitas strategis dengan Washington, meski dilakukan respons keras.
Advertisement