2 Srikandi Bandung Siap Tancapkan Merah Putih di Atap Dunia, Everest

Fransiska (24) dan Mathilda (24) tergabung dalam tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala Unpar.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Mar 2018, 07:01 WIB
Francisca dan Mathilda siap menancapkan bendera Merah Putih di atap dunia atau puncak Gunung Everest di pegunungan Himalaya. (Liputan6.com/Cakrayuri Nuralam)

Liputan6.com, Bandung - Dua perempuan Indonesia mengemban misi mengibarkan bendera Merah Putih di atap dunia, puncak Gunung Everest.

Fransiska Dimitri Inkiriwang (24) dan Mathilda Dwi Lestari (24) tergabung dalam tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (Wissemu).

Everest akan menjadi puncak gunung terakhir dari rangkaian misi mengibarkan bendera Indonesia di tujuh gunung tertinggi di tujuh benua.

Membentang di tengah rangkaian pegunungan Himalaya, Everest merupakan titik tertinggi yang ada di Bumi. Dengan catatan elevasi 8.848 meter di atas permukaan laut (mdpl), ketinggian Everest hampir sama dengan menumpuk dua Gunung Carstensz, gunung tertinggi di Indonesia.

Mereka berdua sebelumnya telah berhasil mencapai enam puncak gunung tertinggi di belahan dunia lainnya, yakni Carstensz Pyramid (4.884 mdpl), Gunung Elbrus (5.642 mdpl), Gunung Kilimanjaro (5.895 mdpl), Gunung Aconcagua (6.962 mdpl), Gunung Vinson Massif (4.892 mdpl), dan Gunung Denali (6.190 mdpl) dalam empat tahun terakhir.

"Semua pengalaman yang telah kita dapat selama empat tahun melakukan ekspedisi ini, kami merasa cukup siap untuk melaksanakan ekspedisi terakhir ini (Everest)," ucap Mathilda dalam keterangan tertulis, Kamis, 29 Maret 2018, dilansir Antara.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Bertolak pada Kamis

Ekspedisi Mahitala Unpar.

Everest akan menghadirkan tantangan ekstra karena oksigen di ketinggian ini berkurang hanya menjadi sepertiga dibandingkan dengan yang bisa dihirup dengan bebas.

Frans, salah satu Seven Summiteers Indonesia yang pernah menjejakkan kakinya di gunung tersebut mengingatkan bahwa dengan oksigen setipis itu, pendakian menjadi amat berat.

"Badan terasa amat dingin. Napas menjadi amat berat. Jalan satu langkah membutuhkan empat kali pengambilan napas," ujarnya.

Hal ini sudah ia rasakan di area sekitar Camp 3 yang berketinggian sekitar 7.200 mdpl. Bahkan, sebelum mencapai ketinggian 8.000 meter.

Pada musim dingin Januari, suhu di puncak Everest bisa mencapai minus 60 derajat Celsius. Pada musim panas yang merupakan musim pendakian, suhu udara di pucuk Bumi ini "hanya" berkisar minus 20 derajat Celsius. Kondisi suhu seperti ini menambah tantangan lebih bagi pendaki, apalagi yang berasal dari daerah beriklim tropis seperti Indonesia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya