Dalam 3 Bulan, Ratusan Warga Banjarnegara Kehilangan Tempat Tinggal Akibat Longsor

Gerakan tanah atau longsor terparah, terjadi di Desa Bantar Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara. Sekitar 200 jiwa harus direlokasi.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 30 Mar 2018, 14:03 WIB
Longsor di Banjarnegara menyebabkan ratusan rumah rusak. (Foto: Liputan6.com/BPBD BNA/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banjarnegara - Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, menjadi daerah dengan risiko bencana longsor tertinggi kedua setelah kabupaten tetangganya, Wonosobo. Lebih dari 60 persen daerah tersebut merupakan zona merah longsor.

Dari 20 kecamatan di wilayah ini, 13 di antaranya merupakan daerah rawan longsor. Pasalnya, 13 kecamatan itu berada di lereng perbukitan dengan kontur curam.

Tak pelak, curah hujan yang tinggi sejak awal 2018 hingga Maret 2018 menyebabkan wilayah Pegunungan Dieng dirundung bencana. Tercatat, sebanyak 90 bencana longsor atau gerakan tanah terjadi di Banjarnegara.

Gerakan tanah atau longsor terparah terjadi di Desa Bantar Kecamatan Wanayasa. Gerakan tanah bersifat rayapan yang terjadi perlahan dan berpuncak pada 7 Januari 2018 itu menyebabkan puluhan rumah rusak. Akibatnya, sekitar 200 jiwa harus direlokasi.

Sebanyak 16 rumah terpaksa dibongkar untuk menyelamatkan materiel yang masih bisa dipakai. Penghuninya pun mengungsi akibat longsor.

 


51 Keluarga Harus Direlokasi

43 rumah terancam longsor atau gerakan tanah di Banjarnegara. (Foto: Liputan6.com/BPBD BNA/Muhamad Ridlo)

Kepala pelaksana harian (Lakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara, Arief Rachman, mengatakan berdasarkan kajian geologi oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sebanyak 51 keluarga harus direlokasi.

"Posisi terakhir, hasil kajian lokasi, ada 51 rumah yang memang harus direlokasi. Maksudnya memang harus direlokasi, karena memang berada di zona merah longsor," katanya, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 29 Maret 2018.

BPBD dan Pemerintah Desa Bantar telah menyiapkan lahan relokasi untuk korban bencana. Rencananya, calon lahan relokasi menempati tanah kas desa. Survei geologi pun telah dilakukan untuk memastikan keamanan lahan relokasi.

Langkah selanjutnya, Pemda Banjarnegara mengalokasikan anggaran untuk mengganti tanah bengkok desa yang digunakan untuk relokasi tersebut. Tahun ini rencananya akan dilakukan penyiapan lahan (land clearing).

 


106 Bencana Sejak Januari-Maret 2018

Jalur Paweden ambles dan memutus jalan utama antara Kota Banjarenegara menuju Kecamatan karangkobar. (Foto: Liputan6.com/BPBD BNA/Muhamad Ridlo)

Tahun berikutnya akan dibangun rumah relokasi untuk 51 korban longsor. Masing-masing keluarga memperoleh kavling 100 meter persegi di lahan relokasi.

"Proposal sudah ke BPBD Provinsi dan BNPB untuk pembangunan rumah relokasi," dia menjelaskan.

Arif mengungkapkan, sejak Januari hingga Maret 2018, di Banjarnegara terjadi 106 bencana. Di luar longsor, terjadi delapan bencana angin kencang atau puting beliung, satu kali banjir dan tujuh kebakaran.

Bencana alam yang terjadi di Banjarnegara menyebabkan sebanyak 202 rumah rusak. Rinciannya, 76 rumah rusak berat atau ambruk, 65 rusak sedang, 24 rusak ringan, dan 43 rumah terancam.

Bencana alam juga menyebabkan rusaknya 44 infrastruktur berupa jembatan, jalan, talut, gedung sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Bencana alam juga berdampak ke sektor ekonomi, terutama pertanian dan peternakan.

Pada 2018 hingga Maret ini saja, Banjarnegara diperkirakan sudah mengalami kerugian sekitar Rp 3,5 miliar.

"Masyarakat kami imbau untuk waspada pada pancaroba ini. Bencana alam seperti longsor dan angin kencang masih mungkin terjadi," dia menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya