Liputan6.com, South Carolina - Fasilitas produksi pesawat terbang Boeing di Charleston, South Carolina, dikabarkan terserang ransomware WannaCry.
Mengutip laman Seattle Times, Jumat (30/3/2018), serangan WannaCry yang terjadi Rabu waktu setempat membuat peralatan vital produksi pesawat terbang Boeing mengalami kelumpuhan.
Kendati demikian, eksekutif perusahaan menjamin bahwa serangan tersebut telah diatasi dengan kerusakan minimal. Serangan WannaCry juga memicu alarm di dalam pabrik.
"Kami telah melakukan asesmen akhir. Kerentanan terbatas pada beberapa mesin. Kami juga sudah menyebarkan patch software sehingga tidak ada gangguan pada program jet 777 dan program lainnya," kata Head of Communications for Boeing Commercial Airplanes Linda Mills.
Baca Juga
Advertisement
Boeing pun menyebut seluruh staf tetap tenang menghadapi serangan siber tersebut. Dalam surat internal perusahaan, mulanya Chief Engineer Boeing Commercial Airplane Mike VanderWel mengatakan, telah mengaktifkan alarm terkait hadirnya virus tersebut.
"Ada serangan di North Charleston dan saya dengar bahwa alat perakitan otomatis jet 777 mungkin telah down. Virus itu bisa saja membuat seluruh peralatan yang digunakan dalam tes fungsional pesawat down karena meluasnya serangan ke software lain," tulis VanderWel dalam pesan internal perusahaan.
Tim engineer Boeing pun bekerja keras untuk menangani serangan WannaCry tersebut. Butuh waktu hingga Rabu sore bagi Boeing, sebelum akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi.
"Pusat operasi keamanan siber kami mendeteksi adanya intrusi malware terbatas yang berpengaruh kecil pada sejumlah sistem. Dilakukan remediasi, dan ini bukanlah masalah produksi dan pengiriman," ucap Mills.
Mills juga mengatakan, pesan VanderWel bahwa ada beberapa alat produksi Boeing 776 yang down ternyata tidak benar adanya.
Dia menambahkan, serangan ini terbatas pada komputer di divisi Commercial Airplanes, sementara unit militer dan layanan tidak terpengaruh serangan WannaCry.
Bagaimana WannaCry Menyerang
Virus WannaCry ini menyerang celah yang ada pada software Windows untuk mendapatkan akses ke jaringan dan menyerang komputer dengan ransomware.
Ransomware dirancang untuk mengunci data dan file milik peggguna, mengenkripsi file sampai akhirnya si pemilik membayarkan tebusan yang kadang dalam bentuk mata uang virtual, termasuk Bitcoin.
Serangan ransomware memang mengalami peningkatan dalam beberapa tahun ini. Sebelumnya, Kota Atlanta juga sempat jadi korban serangan ransomware selama lima hari.
Sementara itu, ahli keamanan siber dari perusahaan konsultasi keamanan Rendition Infosec Jake Williams mengatakan, tidak ada jaminan bahwa membayar tebusan akan membuat file yang terenkripsi bisa diakses kembali.
Williams mengatakan, tujuan utama si peretas adalah menimbulkan kerusakan pada sistem komputer.
Advertisement
WannaCry Berkembang
Virus WannaCry pertama kali muncul pada Mei 2017, saat itu hampir seluruh negara di dunia jadi korban serangannya. Ketika satu komputer telah terinfeksi, virus ini bisa menyebar ke seluruh komputer OS Windows dalam satu jaringan.
Saat itu, pemerintah Trump menuding Korea Utara merupakan dalang dari serangan siber ini. Microsoft pun mengeluarkan patch untuk menambal celah kerentanan Windows.
Analis kemanan siber Mitchell Edwards mengatakan, meskipun kill-switch untuk WannaCry sudah ditemukan, virus ini terus dikembangkan oleh para penjahat siber. Akibatnya, muncul virus-virus lain yang merupakan turunan dari WannaCry.
Edwards menyebut, virus yang dipakai untuk menyerang Boeing ini mungkin saja merupakan salah satu virus turunan dari WannaCry.
(Tin/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: