LAPAN: Indonesia Belum Aman dari Kejatuhan Tiangong-1

LAPAN meyebut, Indonesia masih belum aman dari kejatuhan satelit buatan China, Tiangong-1. Seperti apa penjelasannya?

oleh Afra Augesti diperbarui 30 Mar 2018, 12:02 WIB
Perkiraan lintasan Tiangong-1 pada 1 April 2018 pukul 07:22 hingga 08:22 WIB. Titik kuning menunjukkan perkiraan lokasi benda saat ketinggiannya 10 km dari permukaan bumi. (Sumber data: Space-track/LAPAN)

Liputan6.com, Jakarta - Stasiun antariksa milik China, Tiangong-1, dikabarkan akan masuk ke lapisan atmosfer Bumi dalam beberapa hari lagi. Namun, hingga saat ini masih tidak diketahui di mana stasiun antariksa tersebut akan mendarat.

Baru-baru ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memberikan informasi terbaru mengenai posisi terkini satelit tersebut. Melalui akun Twitter resminya, LAPAN menjelaskan bahwa penurunan orbit melambat dan ketinggian satelit sekitar 187 km dari Bumi.

"Update info jatuhnya stasiun antariksa RRT Tiangong-1: Penurunan orbit melambat. Saat ini ketinggian sekitar 187 km (turun hanya 3 km/hari). Perkiraan jatuh (memasuki ketinggian 120 km) sedikit bergeser menjadi 1-3 April," tulis @LAPAN_RI pada Jumat (30/3/2018) pukul 09.05 WIB.

Berdasarkan data yang dipublikasikan LAPAN per tanggal 29 Maret 2018 pukul 16:15 WIB, diprediksi waktu jatuh Tiangong-1 adalah pada 1 April 2018 pukul 00:52 UT +/- 15 jam.

Peta lintasan orbit Tiangong-1 (37820) selama 1 hari saat beredar mengelilingi Bumi yang ditunjukkan oleh garis berwarna putih. (Sumber: LAPAN)

Dengan rentang ketidakpastian sebesar ini, Tiangong-1 masih mungkin jatuh di daerah mana saja di antara lintang 43 LU hingga 43 LS. Saat ini masih terlalu dini untuk memprediksi lokasi atmospheric reentry secara lebih akurat.

Kesimpulan sementara yang bisa ditangkap oleh LAPAN yaitu Indonesia masih belum aman dari kejatuhan Tiangong-1.

Jika dibandingkan dengan minggu lalu, Tiangong-1 sudah turun 20 kilometer. Kala itu, stasiun antariksa tersebut masih ada di ketinggian 220 kilometer.

Berdasarkan pemantauan terkini LAPAN melalui laman http://orbit.sains.lapan.go.id (yang selalu update setiap jam) dikatakan bahwa sejak 1 jam yang lalu hingga 1 jam ke depan tidak ada benda antariksa buatan yang melintasi Indonesia dengan ketinggian kurang dari 200 km.

Pada umumnya suatu benda dikatakan jatuh (mengalami atmospheric reentry) jika ketinggiannya mencapai 122 km.

Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin, memperkirakan bahwa sampah angkasa tersebut akan baru jatuh ke Bumi ketika sudah ada di ketinggian 120 kilometer. Ini berarti waktu dari kejatuhan tersebut sudah bisa diprediksi.

Akan tetapi, Thomas mengatakan, ada beberapa faktor yang harus dipastikan untuk menebak dengan pasti kapan benda antariksa ini akan jatuh. Hingga saat ini, keakuratan dari penentuan tanggal masih +/- 7 hari.

"Kecepatan jatuh objek antariksa bergantung pada kerapatan atmosfer. Sementara kerapatan atmosfer sendiri dipengaruhi aktivitas Matahari dan medan magnet Bumi," tulis Thomas dalam akun Facebook pribadinya.

Akan tetapi, Thomas menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir. Hal ini dikarenakan Tiangong-1 akan hancur sebelum menyentuh Bumi. Dengan bobot 8,5 ton, Tiangong-1 dipastikan hancur sebelum mendarat.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Sekilas Tentang Tiangong-1

Daerah berwarna hijau dan kuning adalah daerah yang berpotensi kejatuhan pecahan Tiangong-1 (aerospace.org)

"Istana Surgawi" buatan Republik Rakyat Tiongkok itu segera jatuh ke Bumi. Wahana antariksa tersebut berbentuk tabung dengan panjang 10,4 meter berdiameter 3,4 meter, dilengkapi dengan bentangan panel surya.

Tiangong-1 diluncurkan pada 29 September 2011 dan mengorbit pada ketinggian sekitar 350 km. Pada periode 2012-2013, Tiangong-1 pernah ditempati astronot RRT.

Ketinggian orbitnya selalu dikontrol, terlihat dari riwayat orbitnya. Tetapi sejak 2016, Tiangong-1 sudah tidak dikontrol lagi dan mulai turun orbitnya. Diperkirakan sekitar April 2018 wahana ini akan jatuh.

Menurut Thomas, wahana antariksa itu mengalami penurunan ketinggian akibat hambatan atmosfer. Dari ketinggian semula sekitar 350 km, pada pertengahan Maret ketinggiannya sudah mencapai 250 km. Semakin mendekati Bumi, atmosfernya makin padat, sehingga laju penurunan akan semakin cepat.

"Bila ketinggiannya telah mencapai sekitar 120 km, wahana itu sudah dianggap jatuh. Pada ketinggian 120 km, atmosfer cukup padat untuk membakar dan memecahkan objek tersebut. Hanya dalam hitungan menit, pecahannya akan jatuh di sepanjang jalurnya," ujar Thomas melalui pernyataan tertulis.

"Di mana jatuhnya? Tidak bisa dipastikan, karena faktor hambatan atmosfer belum bisa dihitung secara akurat. Karena inklinasi (kemiringan bidang orbit) Tiangong-1 42,8 derajat, maka wilayah yang berpotensi kejatuhan pecahannya adalah wilayah di Bumi antara 43 derajat lintang utara sampai 43 derajat lintang selatan," paparnya.


Seberapa Bahayanya Pecahan Tiangong-1?

Ilustrasi stasiun antariksa China, Tiangong-1. (China Manned Space Engineering)

Objek seberat 8,5 ton tersebut akan pecah di atmosfer. Sebagian besar akan terbakar. Pecahannya akan tersebar puluhan atau ratusan kilometer sepanjang jalur orbit terakhir, menurut Thomas.

Bahaya yang mengancam adalah bahaya tumbukan dan potensi bahaya racun dari sisa bahan bakar roket Hydrazine (bila masih ada di tabungnya). Namun potensi bahaya tumbukan di wilayah berpenghuni sangat kecil, karena wilayah Bumi sebagian besar tidak berpenghuni, yaitu lautan, hutan dan gurun.

"Jadi masyarakat tidak perlu cemas, namun tetap waspada. Kewaspadaan perlu ketika pada hari H kejatuhan objek antariksa tersebut ada warga melihat benda jatuh dari langit agar jangan menyentuhnya," ucap Thomas.

Apabila masyarakat menemukan puing Tiangong-1, Thomas menyarankan agar mereka langsung melapor kepada aparat setempat agar diteruskan ke LAPAN. LAPAN segara akan mengirimkan tim untuk mengevakuasi objek antariksa tersebut dan melakukan tindakan yang tepat bila ada potensi bahayanya.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya