Risiko Perang Dagang Mereda, IHSG Masih Tertekan

Kekhawatiran perang dagang dan ketegangan geopolitik mereda membuat pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terbatas.

oleh Agustina Melani diperbarui 31 Mar 2018, 10:30 WIB
Pekerja melintas di layar sekuritas di Jakarta, Senin (1/8). IHSG mengakhiri perdagangan hari ini ditutup di teritori positif. Seharian, IHSG bergerak di zona hijau dan ditutup melesat hingga nyaris 3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali tertekan pada pekan ini. Akan tetapi, penurunan IHSG sepekan mulai terbatas.

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (30/3/2018), IHSG melemah sekitar 0,35 persen dari posisi 6.210 pada Jumat 23 Maret 2018 menjadi 6.188 pada Kamis 29 Maret 2018.

Saham berkapitalisasi besar turun 1,69 persen selama sepekan menjadi sentimen negatif ke IHSG. Sementara itu, saham kapitalisasi kecil naik tipis 0,13 persen. Investor asing pun masih melakukan aksi jual USD 178 juta atau sekitar Rp 2,44 triliun (asumsi kurs Rp 13.743 per dolar Amerika Serikat).

Di pasar obligasi, imbal hasil surat utang atau obligasi pemerintah bertenor 10 tahun turun 22 basis poin menjadi 6,68 persen. Posisi rupiah menguat menjadi 13.767 per dolar Amerika Serikat. Investor asing beli saham sebesar USD 310 juta di pasar obligasi atau sekitar Rp 4,26 triliun.

Vice President Sales and Marketing Distribution, PT Ashmore Assets Management Indonesia, Lydia Toisuta mengatakan, sentimen internal dan eksternal pengaruhi laju IHSG selama sepekan.

Dari eksternal, risiko perang dagang masih bayangi bursa saham global. Namun risiko tersebut mulai mereda. Ini seiring Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Steven Mnuchin dan pejabat pemerintahan China diskusi untuk menghindari perang dagang.

AS meminta China untuk menurunkan tarif impor mobil AS dan membuka pasar layanan jasa keuangan. “Ada negosiasi tersebut mengurangi volatilitas di pasar,” ujar Lydia.

Saham teknologi masih menekan bursa saham AS atau wall street selama sepekan. Ini didorong kegagalan Facebook untuk melindungi data penggunanya. Hal tersebut menimbulkan tekanan di tengah spekulasi pihak regulator akan bertindak keras terhadap privatasi data dan menekan keuntungan.

Di sisi lain data ekonomi AS menunjukkan penguatan. Ekonomi AS tumbuh lebih cepat pada kuartal IV. Produk Domestik Bruto (PDB) AS tercatat tumbuh 2,9 persen pada kuartal IV 2017. Hal itu didorong dari pengeluaran konsumen.

Kemudian ketegangan geopolitik pun mereda.Laporan kantor berita Xinhua menyebutkan, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bersedia bicara dengan Presiden AS Donald Trump untuk menyerahkan senjata nuklirny usai kunjungan Kim ke Beijing.

Hal tersebut membuat dorongan pertemuan potensial antara Kim dan Trump pada Mei. Perkembangan lain mengejutkan pemerintahan Kim Jong Un juga mencari pembicaraan diplomatic dengan Jepang. Pertemuan tersebut dapat berlangsung di Pyongyang usai pertemuan puncak dengan AS.

Selain itu, proses penyelesaian Britain Exit (Brexit) pun tinggal hitung waktu. Namun, Perdana Menteri Inggris Theresa May menuturkan, fase transisi pasca Brexit mungkin berakhir lebih lama dari yang direncanakan. Ini karena sulitnya membangun rezim pabean yang bvaru dan menghindari perbatasan dari Irlandia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Selanjutnya

Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lydia menambahkan, dari internal, Perry Warjiyo terpilih sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI). Hal itu diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu pekan ini. Perry akan dilantik pada Mei 2018.

Usai keputusan DPR tersebut, Perry menuturkan, pihaknya akan menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. “Di sini saya memainkan peran dan membuat Bank Indonesia menjadi pro stabilitas, tetapi juga pro pertumbuhan sehingga kami dapat mengembangkan ekonomi nasional dan membawa kesejahteraan bagi rakyat,” ujar dia.

Selain itu, sentimen lainnya dari langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan persyaratan tambahan modal bagi bank besar di Indonesia. OJK meminta untuk menyisihkan modal tambah sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka serap kerugian dan melindungi terhadap kegagalan bank.

OJK menyatakan, bank sistemik tersebut untuk menciptakan biaya tambahan modal antara 1-3,5 persen dari aset tertimbang. Bank memenuhi persyaratan tambahan tersebut hingga 1 Januari.

Selain itu, OJK klasifikasikan bank-bak sistemik dalam lima kategori ketika memutuskan ukuran biaya tambahan modal baru. Regulator akan revisi klasifikasi pada Maret dan September setiap tahun berdasarkan data kinerja pemberi pinjaman bank.

Metodologi digunakan untuk identifikasi bank secara sistemik akan direvisi setidaknya setiap tiga tahun. OJK menyebutkan langkah tersebut tidak terlalu memengaruhi kinerja bank dan likuiditasnya.

 


Hal yang Perlu Dicermati ke Depan

Suasana di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/11/2015). Pelemahan indeks BEI ini seiring dengan melemahnya laju bursa saham di kawasan Asia serta laporan kinerja emiten triwulan III yang melambat. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Lalu hal apa yang dicermati ke depan?

Lydia mengatakan, langkah pemerintah baru-baru ini telah meningkatkan kekhawatiran di pasar. Intervensi dan subsidi kembali dan dapat menjadi langkah mundur bagi reformasi penting yang dilakukan.

“Kami melihat dalam setiap kasus intervensi yang diusulkan regulasi dan solusi akhir yang diusulkan jauh lebih ringan,” ujar dia.

Berikut sejumlah contoh dari perhatian pasar terhadap intervensi yang dilakukan pemerintah. Pertama, Pemerintah mewajibkan semua penambang batu bara memasok setidaknya 25 persen dari total produksi tahunan ke pasar domestic dengan harga USD 70 per ton.

Kedua, pemerintah mempertimbangkan memangkas tarif jalan tol 10-30 persen terutama untuk kategori truk. Lydia mengatakan, alasan utama penurunan tarif itu untuk menurunkan biaya logistic karena jaringan tidak sepenuhnya terhubung.

Pembangunan jalan tol dari Jakarta ke Surabaya baru sekitar 65 persen selesai, dan keseluruhan penghubung selesai pada awal 2019. Lydia menuturkan, masih harus dilihat bagaimana penyesuaian tarif ke depan serta kompensasi yang diberikan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya