Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno menjelaskan alasan masih tingginya suku bunga kredit perbankan di Indonesia. Kondisi ini dikatakan sama dengan bank pada umumnya.
Bank milik BUMN dalam menetapkan suku bunga dipengaruhi beberapa faktor. Mulai dari dana pihak ketiga (DPK) yang diperoleh dari nasabah yang mengendapkan uangnya di bank. DPK ini yang kemudian dikelola perbankan.
Advertisement
"Kalau suku bunga kan beraneka ragam ya. Saya kalau suku bunga langsung tanya ke dirut-dirutnya ya karena itu hitungannya adalah hitungan dari mereka mendapatkan dari dana pihak ketiga," kata Rini saat ditemui di HUT ke 117 PT Pegadaian (Persero) yang dilaksanakan di Lapangan Aldiron, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (1/4/2018).
Rini menilai, saat ini pemerintah lebih berfokus pada kredit untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Pemerintah mendorong perbankan untuk memfasilitasi kalangan ini dengan bunga kredit rendah.
"Sampai sekarang memang kalau pemerintah kan konsentrasikan dulu untuk petani, untuk pedagang kecil, dengan bunga 7 persen," dia menjelaskan.
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate sebesar 4,25 persen. BI juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,50 persen dan Lending Facility 5,00 persen.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Chatib Basri Ramal Fintech Bikin Bunga Bank Tiap Orang Berbeda di Masa Depan
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Chatib Basri mengatakan jika perkembangan finansial technology (fintech) akan sangat berpengaruh dan bisa mengubah sistem keuangan yang ada. Salah satunya pada perbankan.
Dia mengatakan, bisa saja di waktu yang akan datang, bunga bank tidak akan lagi ditetapkan dengan satu standar tertentu yang berlaku umum, melainkan ditentukan berbeda untuk setiap individu.
"Saya enggak akan surprise kalau suatu hari kredit di bank, bunga bank akan berbeda setiap orang. Karena yang namanya fintech bisa punya profil dari bapak dan ibu. Individually. Bisa saja bank, untuk si A bunga 12 persen, si B 11,5 persen, si C 10 persen," ujar dia di The Energy Building, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
Hal ini karena seiring kemajuan teknologi dan big data, profil setiap orang akan diketahui dengan sangat jelas sehingga perlakuan akan berdasarkan pada kondisi orang tersebut.
"Tahu kalau pesan GoFood, seminggu berapa kali, berapa kali gado-gado, berapa kali sate kambing. Ini bisa dilakukan. Mereka bisa identifikasi, tahu behaviour kita. Semuanya akan customize individually. Big data tahu behaviour orang dengan sangat detail," jelas dia.
Hal inilah yang bakal membuat pemerintah tertantang untuk selalu mengubah persepsi dan kebijakannya. "Ini akan buat regulator kaget karena enggak ada lagi suatu standar tingkat bunga harus sekian," tandas dia.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement