Liputan6.com, Banjarnegara - Secara tiba-tiba, Minggu sore tadi sekitar pukul 14.30 WIB, Kawah Sileri meletus nyaris tanpa tanda-tanda peningkatan aktivitas vulkanik yang cukup signifikan.
Kawah yang berada di Desa Kepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah ini menyemburkan lumpur, kerikil, bebatuan ukuran 10 centimeter dan material vulkanik lainnya setinggi 150 meter.
Adapun jarak lontaran terhitung sekitar 50 meter dari bibir Kawah Sileri. Namun, dampaknya mencapai ratusan meter dan merusak lahan pertanian warga.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Pos Pengamatan Gunung Dieng Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surip menerangkan, Kawah Sileri meletus dengan jenis letupan freatik. Letusan jenis freatik ini sukar diprediksi waktu erupsinya.
Hanya saja, sejak September 2017 lalu, aktivitas kegempaan cenderung fluktuatif. Namun, dia memastikan sebelum letusan status Kawah Sileri normal.
Untuk mengantisipasi hal yang tak diinginkan, PVMBG merekomendasikan jarak aman Kawah Sileri adalah 200 meter dari bibir kawah.
“Yang jelas ada peningkatan suhu sebelum Kawah Sileri meletus. Tapi informasi detailnya harus dianalisis dulu,” ucap Surip, saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (1/4/2018).
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Letusan Freatik Tak Didahului Tanda yang Signifikan
Surip mengemukakan, jenis letusan freatik memang bisa terjadi tiba-tiba dan tanpa didahului dengan tanda-tanda. Tetapi, bisa juga tandanya muncul jauh-jauh hari sebelumnya.
"Bisa mingguan, bulanan bahkan tahunan," dia menjelaskan.
Tanda-tanda letusan freatik yang terjadi hari ini sudah muncul pada bulan September 2017 ketika terekam gempa tremor menerus. Namun, saat itu tidak ada letusan dan baru hari ini terjadi Letusan freatik.
Surip juga tak bisa memastikan apakah bakal terjadi letusan susulan atau tidak. Pasalnya, sama dengan sebelum letusan, usai Kawah Sileri meletus pun statusnya masih normal.
Sebab, tak terekam tanda-tanda peningkatan aktivitas vulkanik yang cukup signifikan, selain naiknya temperatur permukaan kawah.
Advertisement
Kemungkinan Gas Beracun di Kawah Sileri
"Hasil pengukuran secara manual memang ada peningkatan suhu," Surip menerangkan.
Ia juga memastikan Kawah Sileri tak memiliki sejarah mengeluarkan gas beracun. Namun begitu, gas yang dihasilkan dari aktivitas vulkanik tetap bisa berbahaya dalam konsentrasi tinggi.
Letusan ini seperti pengulangan letusan pada 2 Juli 2017 lalu. Saat itu pun, Kawah Sileri meletus nyaris tanpa pertanda yang cukup signifikan.
Bedanya, saat itu, banyak wisatawan yang tengah mengunjungi Kawah Sileri sehingga ada 10 wisatawan yang terluka lantaran berdesakan saat berlari. Ada pula yang terjatuh dan mengalami patah tangan.
Padahal, saat itu pun PVMBG telah mengeluarkan rekomendasi agar Kawah Sileri steril di jarak 100 meter. Tetapi, peringatan itu dilanggar.
Penjelasan Kepala PVMBG
Adapun Menurut Kepala PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM, Kasbani, material letusan freatik ini hampir serupa dengan kejadian pada 2 Juli 2017 pukul 11.54 WIB, yaitu berupa matrial lumpur setinggi 150 meter dengan jarak lontaran sejauh 50 meter dari bibir kawah kearah Selatan dan Utara.
Menurutnya, material lain yang dikeluarkan pada saat letusan pada waktu itu adalah batu dengan diameter 5-40 centimeter ke arah selatan dan timur. Sedangkan batu berukuran diameter 1-10 centimeter dominan kearah utara dan barat.
Kasbani menerangkan, letusan sekarang ini dalam pengukuran gas di udara pada jarak sekitar 40 meter dari pusat titik letusan freatik, tidak terdeteksi gas berbahaya. Untuk volume gas CO2 0.04 persen bisa dibilang di bawah ambang batas normal, yaitu 0,5 persen volumenya.
"Sementara H2S dan SO2 tidak terdeteksi," kata Kasbani kepada Liputan6.com di Bandung, Minggu (1/4/2018).
Kasbani mengatakan pula, sekalipun tidak ditemukannya gas beracun dalam letusan freatik Kawah Sileri Gunung Api Dieng, ia tetap meminta masyarakat dan wisatawan tidak mendekati kawah pada jarak 200 meter dari bibir Kawah.
"Masyarakat agar tetap tenang tidak terpancing isu-isu terkait dengan aktivitas Gunung Api Dieng dan agar selalu mengikuti arahan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah," ujarnya.
Advertisement
Koordinasi Digencarkan
Selain imbauan kepada warga dan wisatawan, Kasbani juga meminta pemerintah diminta berkoordinasi dengan otoritasnya. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan BPBD Kabupaten Banjarnegara, BPBD Kabupaten Wonosobo serta BPBD Kabupaten Batang dapat juga berkoordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Dieng di Desa Karang Tengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.
"Sebelumnya kita sudah mengkoordinasikan perubahan suhu dan penurunan muka air Kawah Sileri kepada BPBD Banjarnegara dan Kepala Desa Dieng, pada 29 Maret 2018, untuk kesiapsiagaan dan kewaspadaan," katanya.
Kasbani menerangkan, pada 29 Maret 2018, suhu Kawah Sileri berada di angka 66,7 derajat Celsius. Padahal, sepekan sebelumnya tepatnya 23 Maret 2018, suhu kawah terukur 66,2 derajat Celsius. Dari dua kejadian peningkatan suhu Kawah Sileri dibarengi dengan fenomena penurunan muka air kawah.
Data suhu telemetri (TLR) Kawah Sileri terekam pada 1 April 2018 dari pukul 08.13-13.23 WIB, suhu Kawah Sileri terukur minimal 67,9 derajat Celsius, maksimal 68,1 derajat Celsius dan rata-rata 68 derajat Celsius. Sementara, suhu tanah Sileri terukur minimal 47,9 derajat Celsius, maksimal 48.2 derajat Celsius dan rata-rata 48 derajat Celsius.
PVMBG menyatakan saat terjadi letusan freatik, diawali dengan keluarnya asap berwarna kelabu dengan ketinggian sekitar 90 meter, diikuti asap putih tebal dengan tekanan asap kuat setinggi sekitar 200 meter. Letusan freatik terpantau pada CCTV pukul 13.44 WIB.
"Tidak ada imbauan untuk jalur penerbangan," Kasbani menjelaskan.
Seismograf digital Stasiun Sileri merekam data gempa letusan freatik pukul 13.42 WIB dengan Amax 9.3 mm, durasi 51.95 detik. Padaa pukul 13.43 WIB, Stasiun Pangonan juga merekam kejadian tersebut, dengan Amax 4.8 mm, durasi 37.92 detik.