Liputan6.com, Washington DC - Sebuah dokumen publik baru-baru ini terkuak. Dalam dokumen itu, terungkaplah bahwa larangan masuk ke Amerika Serikat (Travel Ban), yang diterapkan Donald Trump pada awal 2017 memakan 'korban' sebanyak 1.903 orang.
Dokumen yang diperoleh BuzzFeed seperti dikutip Business Insider pada Senin (2/4/2018), itu memperlihatkan mayoritas yang terkena dampaknya, sekitar 1.457 orang adalah warga legal AS. Mereka adalah permanen residen AS pemegang Green Card.
Akibat hal tersebut, mereka dihentikan di pos-pos imigrasi dan ditanyai lebih lanjut. Sejumlah di antaranya juga ditahan.
Baca Juga
Advertisement
Sekitar 134 orang non permanen residen AS ditolak permintaan masuk sehingga mereka harus meninggalkan negara itu. Lainnya, sekitar 446 orang dilaporkan mengalami pemeriksaan berkali-kali.
Donald Trump secara tiba-tiba memberlakukan larangan masuk AS itu melalui sebuah perintah eksekutif pada Januari 2017, segera setelah ia menjabat sebagai Presiden AS. Tak hanya itu, ia juga menangguhkan visa dari tujuh negara mayoritas Muslim di Timur Tengah dan Afrika.
Larangan masuk AS ala Donald Trump yang berlaku secara nasional itu kemudian dihentikan oleh seorang hakim pada awal Februari 2017.
Departemen Keamanan Dalam Negeri pada awalnya menyatakan bahwa penduduk tetap hukum (legal permanent residents) tidak dimasukkan sebagai bagian karangan itu. Namun, Gedung Putih mengatakan akan meninjau data mereka berdasarkan kasus per kasus.
Selain orang-orang dihentikan di bandara dan penyeberangan perbatasan, 10 orang dilaporkan ditahan di atas kapal di perairan Amerika Serikat, akibat larangan masuk AS Donald Trump itu.
Saksikan juga video berikut ini:
Selalu Digagalkan
Donald Trump telah mencoba beberapa kali untuk mengubah aturan larangan tersebut, tetapi selalu digagalkan oleh hukum.
Menurut BuzzFeed, larangan perjalanan kedua, yang lebih sempit juga diblokir tahun lalu.
Lalu yang ketiga dan dikeluarkan pada bulan September, diizinkan untuk dimajukan oleh Mahkamah Agung. Kendati demikiann larangan perjalanan ini masih dalam pertimbangan hukum, dan Mahkamah Agung dijadwalkan untuk mendengarkan argumen perihal tersebut dalam versi terbaru pada April 2018 ini.
Beberapa pengadilan federal telah mengumumkan larangan perjalanan ketiga ini tidak konstitusional, dan pengadilan banding federal pun bergabung dengan oposisi pada bulan Februari terkait ketidaksepakatannya.
Advertisement