BI: RI Perlu Perbaiki Penerimaan Devisa buat Bayar Utang

BI menyatakan, sejumlah cara meningkatkan devisa dengan mendorong pertumbuhan ekspor, pariwisata hingga remitance TKI.

oleh Merdeka.com diperbarui 02 Apr 2018, 14:30 WIB
Deputi Gubernur BI Senior Mirza Adityaswara (kiri) bersama Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo berbicang saat menggelar konferensi pers Triwulan III Bank Indonesia (BI) di Gedung BI, Jakarta, Selasa (17/11/2015). (Liputan6.com/Angga Yunia)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indoneasia (BI), Mirza Adityaswara mengatakan, Indonesia harus memperbaiki penerimaan devisa agar bisa segera melunasi utang luar negeri.

Saat ini, ia menambahkan bukan jumlah utang luar negeri yang harus diributkan, melainkan harus mencari cara untuk melunasi utang tersebut beserta bunganya. Adapun untuk melunasi utang luar negeri, Indonesia harus meningkatkan pemasukan devisa sebab utang luar negeri dibayar dengan valuta asing.

"Yang harus kita improve (perbaiki) adalah penerimaan devisa karena utang luar negeri dibutuhkan juga harus dibayar oleh valuta asing," kata Mirza di Kompleks Gedung BI, Jakarta Pusat, Senin (2/4/2018).

Mirza mengungkapkan, sejumlah cara peningkatan devisa adalah dengan mendorong pertumbuhan ekspor, pariwisata hingga remiten TKI.

"Ekspor ditambah, pariwisata ditambah, remiten TKI ditingkatkan tapi tentunya tingkatkan kualitas dan perlindungan pada TKI nya harus diperbaiki," ujar dia.

Ia mencontohkan, Thailand adalah salah satu negara yang utang luar negerinya besar namun tetap sehat sebab devisanya juga besar.

"Thailand utangnya 46 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto). Tapi karena Thailand ekspornya bagus, penerimaan devisanya melebihi utangnya. Nah kita harus meng-improve yang ini, jadi utang ini harus banyak dipakai untuk kegiatan-kegiatan yang menghasilkan devisa," kata dia.

 

Reporter: Yayu Agustini

Sumber: Merdeka.com


Dana Pembangunan Tak Cukup dari Dalam Negeri

Tumpukan uang kertas pecahan rupiah di ruang penyimpanan uang "cash center" BNI, Kamis (6/7). Tren negatif mata uang Garuda berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit ke zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Mirza menegaskan, Indonesia tidak mungkin lepas dari utang luar negeri, sebab untuk membangun sebuah negara, tidak akan cukup jika hanya menggunakan dana yang ada di dalam negeri.

"Kenapa punya utang luar negeri? karena dana dalam negeri ini tidak cukup. Kalau membangun (dengan) dana dari dalam negeri, negara kita ini mungkin tumbuhnya setengah dari sekarang," tegas dia.

Ia mengungkapkan, jika dihitung secara keseluruhan, dana yang ada di dalam negeri hanya 50 persen dari PDB atau hanya setengahnya.

"Jadi tidak cukup (dana) dalam negeri. Berbagai polemik utang, faktanya kita enggak bisa hidup tanpa utang. Sama dengan kita juga punya KPR, kredit mobil dan lainnya," ujar dia.

Oleh karena itu, Mirza mengatakan utang luar negeri merupakan suatu hal yang wajar. Namun, utang luar negeri pun ada batasannya, disebut wajar jika rasio utang terhadap PDB nasional tidak lebih dari 60 persen.

"Utang adalah sesuatu yang wajar, yang penting menjaga rasionya. Rasio yang sehat itu kalau kita pakai ukuran PDB utang Indonesa pemerintah tambah swasta itu 36 persen dari PDB. Negara lain banyak yang di atas kita," tambah dia.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya