Sudah Tunangan tapi Gagal Nikah, Muncul Bahagia atau Amarah?

Ketika sudah tunangan tapi gagal menikah, bisa memicu rasa tidak percaya diri untuk kembali memulai hubungan romantis dengan orang lain.

oleh Doddy Irawan diperbarui 03 Apr 2018, 09:30 WIB
Ilustrasi Ilustrasi Pacaran (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Pacaran bertahun-tahun apakah menjadi jaminan bakal menikah? Belum tentu.

Pasangan yang sudah melalui proses tunangan sekalipun, masih bisa berubah pikiran menjelang tanggal pernikahan yang ditentukan. Paling ekstrem bahkan ada yang besoknya nikah, hari ini 'kabur' dengan sang mantan.

Penyebab gagal nikah pun sangat kompleks. Ada suatu hal prinsip yang mengganjal di dalam hati, tersinggung dengan ucapan atau sikap calon mertua, gosip yang sengaja diembuskan orang ketiga, terjebak nostalgia dengan mantan, bisa juga bertemu seseorang yang dinilai jauh lebih baik. Ketimbang dipaksakan menikah lantas bercerai, mungkin saja batal adalah keyword yang paling tepat.

Menurut psikolog klinis, Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi, ada sederet alasan ketika salah satu pihak memilih batal nikah. Salah satunya, interaksi yang sangat intens antara calon pengantin bersama keluarga calon pasangan. Namun ketika satu pihak mengalami blank spot, bukan tidak mungkin pernikahan yang diidamkan menjadi pupus.

Persoalan baru pun muncul, ketika salah satu pihak memilih batal menikah. Benar, apa nanti kata tetangga? Muka mau ditaruh di mana?

"Dampak psikologis terbesar bagi calon pengantin yang terpaksa harus membatalkan pernikahan adalah perasaan sedih dan gagal. Namun, semua tergantung pada konteks batalnya pernikahan. Bisa saja disertai rasa marah pada mantan pasangan atau keluarga besarnya," jelas Pingkan saat dihubungi Health-Liputan6.com, ditulis Selasa (3/4/2018).

 

Simak juga video menarik berikut:


Batal menikah, tidak melulu berujung penyesalan

Inggris tengah dilanda fenomena tukar cincin pra-tunangan atau sebelum pertunangan terjadi, disebut dengan Promise Rings. (Istockphoto)

Pingkan melanjutkan, permasalahan berikutnya menjalar kepada hilangnya rasa percaya diri atau 'ilfil' untuk menjalin hubungan baru.

"Setelah itu biasanya dilanjutkan dengan rasa tidak percaya diri untuk kembali memulai hubungan romantis. Hal ini berlangsung selama beberapa waktu, sampai akhirnya orang tersebut mendapatkan makna baru mengenai batalnya pernikahan," beber founder Cinta Setara, komunitas dan platform psikoedukasi tentang hubungan yang sehat dan bahagia.

Batal identik dengan rasa sesal. Namun, bisa jadi gagal nikah itu berbuah rasa plong atau bahagia.

"Akan tetapi, pada beberapa orang, ada juga yang merasa lega karena dia mengetahui kekurangan calon pasangan sebelum terlanjut mengikat janji," jelas Dosen Psikologi Universitas Bina Nusantara ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya