Liputan6.com, Kuala Lumpur - Jelang pemilihan umum, Parlemen Malaysia pada Senin, 2 April 2018, mengesahkan undang-undang yang melarang berita palsu atau hoax. Di lain sisi, muncul kekhawatiran bahwa pengesahan ini akan disalahgunakan untuk membungkam kelompok yang berseberangan dengan pemerintah sekaligus membawa negara itu lebih dekat dengan kediktatoran.
Seperti dilansir washingtonpost.com yang mengutip Associated Press, Selasa (3/4/2018), RUU itu disetujui oleh 164 anggota parlemen. Sementara 64 lainnya menentang. Pada awalnya, RUU ini mengusulkan hukuman penjara 10 tahun dan denda hingga 500.000 ringgit atau setara Rp 1,8 miliar bagi pelanggarnya namun, undang-undang yang disahkan menetapkan hukuman penjara maksimum enam tahun.
Aktivis HAM menyinyalir, undang-undang tersebut bertujuan untuk membungkam pembahasan terkait skandal 1MDB yang menyeret Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. Mereka juga khawatir, undang-undang yang mencakup seluruh media bahkan meluas hingga ke orang asing di luar Malaysia, dapat digunakan untuk melawan kritik persekongkolan atau aspek lain dari proses pemilu.
Baca Juga
Advertisement
"Undang-undang yang ada sudah cukup, mengapa kita perlu membuat yang lain? Ini akan dilihat sebagai satu langkah maju menuju kediktatoran, ini lebih dari autokrasi," tegas anggota parlemen dari kubu oposisi, Lim Guan Eng.
Azalina Othman, Menteri Hukum Malaysia, menerangkan bahwa media sosial seperti Twitter dan Facebook telah mengakui bahwa mereka tidak dapat memantau berita bohong di platform mereka. Menurutnya, undang-undang yang baru ini bertujuan memberi kekuasan pada pengadilan, bukan pemerintah, untuk memutuskan mana yang disebut kabar palsu.
"Tidak ada yang berada di atas hukum. Kami semua bertanggung jawab atas tindakan kami," ujar Azalina.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pemerintah Tuding Oposisi Sebar Hoax
Pemerintah menuding koalisi oposisi menggunakan berita bohong untuk memenangkan pemilu. Pemerintah pun memperingatkan bahwa setiap berita menyangkut skandal 1MDB yang belum diverifikasi tergolong berita palsu.
1Malaysia Development Berhad adalah lembaga investasi yang didirikan Pemerintah Negeri Jiran untuk memberikan manfaat pada rakyatnya. Gagasannya, 1MDB akan berinvestasi dalam sejumlah proyek di seluruh dunia, kemudian keuntungannya akan dikembalikan pada rakyat Malaysia.
Namun, dalam praktiknya, organisasi ini dituduh telah menyedot dana negara ke rekening pribadi PM Najib dan orang-orang dekatnya.
Kini, Amerika Serikat dan sejumlah negara lainnya tengah menyelidiki dugaan penggelapan dan pencucian uang lintas batas terkait 1MDB.
Departemen Kehakiman AS mengatakan, setidaknya US$ 4,5 miliar telah dicuri dari 1MDB, dan dana sebesar US$ 1,7 miliar telah digunakan untuk membeli aset di Negeri Paman Sam -- hal ini berpotensi menjadi penyitaan aset terbesar yang pernah ada.
PM Najib sendiri telah membantah keterlibatannya dalam skandal tersebut, meski kritik terhadap dirinya meluas.
Advertisement