BPK Ingin Freeport Selesaikan Temuan Sebelum Perpanjangan Operasi

Saat ini BPK masih menunggu rencana aksi Freeport untuk menyelesaikan temuan tersebut.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 03 Apr 2018, 15:51 WIB
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta perpanjangan masa operasi PT Freeport Indonesia dilakukan setelah perusahaan tambang Amerika ini menyelesaikan hasil temuan, menyangkut pelanggan lingkungan dalam penggunaan hutan dan‎ pembuangan limbah.

Angota BPK Rizal Djalil mengatakan,‎ temuan BPK harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses negosiasi dengan Freeport. Saat ini BPK masih menunggu rencana aksi Freeport untuk menyelesaikan temuan tersebut.

"Harus. Ya iyalah. Ya itu kewajiban yang harus ditunaikan, kita tunggu action plan saja," ‎kata Rizal, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (3/4/2018).

‎Menurut Rizal, sebelum Freeport diberikan perpanjangan masa operasi, seharusnya permasalahan perusahaan tersebut diselesaikan terlebih dahulu. Sehingga saat memulai kegiatan pertambangan dengan masa operasi baru tidak ada lagi masalah.

‎"Ya selesaikan masalah dululah satu-satu, baru ngomong kontrak. Masa 12 Kontrak Karya lain ikuti aturan semua masa ini enggak," ucap Rizal.

Rizal menyayangkan, sampai 333 hari sejak temuan BPK disampaikan, Freeport belum melaporkan rencana aksi penyelesaian pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut.

Dia pun menginginkan, perusahaan tersebut mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia.

"Ya saya sekali lagi mengimbau kepada Freeport buat action plan yang jelas dan ikuti semua aturan perundang-undangan, kan dua hal pertama hutan lindung yang kedua limbah‎," dia menandaskan.

 


Freeport Klaim Sudah Perbaiki Kerusakan Lingkungan

Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

PT Freeport Indonesia (PTFI) mengklaim telah melakukan perbaikan lingkungan atas kerusakan yang diakibatkan kegiatan pertambangan. Hal ini menyusul hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan perusahan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut melakukan kerusakan lingkungan.

Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan, ‎pada Oktober 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan sanksi administratif kepada Freeport terkait aktivitas tertentu yang menurut instansi tersebut tidak tercermin dalam izin lingkungan perusahaan.

Pihak kementerian juga menyampaikan pada Freeport Indonesia bahwa kegiatan operasional tertentu tidak konsisten dengan faktor-faktor yang telah ditetapkan dalam studi perizinan lingkungan perusahaan serta pemantauan dan perbaikan tambahan.

"Tambahan yang perlu dilakukan terkait kualitas udara, drainase air, penanganan limbah tertentu, dan pengelolaan tailing (proses limbah mineral),"‎ kata Riza, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Freeport Indonesia pun yakin telah menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk memperbaharui izin lingkungannya dan sedang dalam proses untuk menanggapi poin lainnya yang disampaikan Kementerian. Dampak lingkungan Freeport Indonesia telah didokumentasikan, dipantau, dan dikelola dengan sangat baik sesuai dengan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) peraturan yang berlaku.

Data pemantauan yang secara berkala dilaporkan kepada pemerintah, memperlihatkan lingkungan akan kembali pulih sebagaimana sebelumnya secara cepat setelah penambangan selesai. Setelah kegiatan penambangan, wilayah pengendapan tailing akan menjadi aset untuk masyarakat sekitar, karena dapat diubah menjadi lahan pertanian dan penggunaan berkelanjutan lainnya.‎

"Freeport Indonesia telah terlibat dalam proses pembaharuan izin lingkungannya melalui pengajuan dan pembahasan dengan kementerian, yang dimulai pada akhir 2014," tandas Riza. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya