BPK Ungkap Masalah Impor Pangan di Kementerian Perdagangan

BPK merilis hasil pemeriksaan terhadap pengelolaan tata impor pangan di Kementerian Perdagangan.

oleh Agustina Melani diperbarui 03 Apr 2018, 20:31 WIB
Penjual daging sapi di pasar Kramat Jati saat menunggu pembeli, Jakarta, Jumat (23/10/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) semester II Tahun 2017. Dalam laporan IHPS tersebut, BPK menyelesaikan pemeriksaan atas ketersediaan pangan.

Pemeriksaan BPK tersebut fokus pada produksi pangan, yaitu pemeriksaan atas pengelolaan tata niaga impor pangan.

Mengutip laporan IHPS Semester II 2017, Selasa (3/4/2018), BPK menyelesaikan pemeriksaan atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan tata niaga impor tahun 2015-semester I 2017 pada Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Tujuan pemeriksaaan itu untuk menilai efektivitas sistem pengendalian internal (SPI), kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pelaksanaan rapat terbatas, penetapan alokasi impor, penerbitan izin impor, pelaporan realisasi impor.

Selain itu, monitoring dan evaluasi impor untuk komoditas pangan berupa gula, beras, sapi, daging sapi, kedelai, serta garam pada 2015-semester I 2017.

Hasil pemeriksaaan BPK atas tata niaga impor menyimpulkan sistem pengendalian intern Kemendag belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kesimpulan itu didasarkan atas kelemahan yang terjadi dalam pengelolaan tata niaga impor pangan baik pada aspek pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap UU.

BPK menyebutkan masalah utama pengendalian internal atas pengelolaan tata niaga impor pangan antara lain:

1. SOP belum berjalan optimal

Penerbitan beberapa izin impor periode 2015-semester I 2017 belum sesuai ketentuan, antara lain izin impor beras sebanyak 70.195 ton tidak memenuhi dokumen persyaratan, melampaui batas berlaku dan bernomor ganda.

Selain itu, impor beras kukus sebanyak 200 ton tidak memiliki rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kementan), serta impor sapi tahun 2016 sebanyak 9.370 ekor dan daging sapi sebanyak 86.567,01 ton serta impor garam tahun 2015-semester I 2017 sebanyak 3,37 juta ton tidak memenuhi persyaratan.

 


Selanjutnya

Ilustrasi Foto Daging Sapi (iStockphoto)

2. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai

Kemendag tidak memiliki sistem untuk memantau realisasi impor dan kepatuhan pelaporan oleh importir.

3. Penyimpangan peraturan bidang tertentu

Pada masalah tersebut, BPK menemukan kalau jumlah alokasi impor untuk komoditas gula kristal putih (GKP), beras, sapi, dan daging sapi tahun 2015-semester I 2017 yang ditetapkan dalam persetujuan impor tidak sesuai dengan data kebutuhan dan produksi dalam negeri.

Selain itu, penerbitan persetujuan impor (PI) untuk jaga ketersediaan dan stabilitas harga belum sesuai ketentuan. Hal itu antara lain PI gula pada 2015-semester I 2017 sebanyak 1,69 juta ton tidak melalui rapat koordinasi.

Kemudian penerbitan PI gula kristal mentah (GKM) kepada PT Adikarya Gemilang dalam rangka uji coba kegiatan industri sebanyak 108.000 ton tidak didukung data analisis kebutuhan, penerbitan PI sapi kepada perum Bulog tahun 2015 sebanyak 50.000 ekor sapi tidak melalui rapat koordinasi.

Selanjutnya, penerbitan PI daging sapi tahun 2016 sebanyak 97.100 ton dan realisasi sebanyak 18.012,91 ton atau senilai Rp 737,65 miliar tidak sesuai dan tanpa rapat koordinasi dengan Kementerian Pertanian.

Melihat kondisi itu, BPK merekomendasikan kepada Kemendag agar mematuhi ketentuan terkait dengan penerbitan persetujuan impor.

Salah satu lewat portal inatrade yang dapat terhubung secara otomatis dengan portal milik instansi dan entitas lain yang menyediakan data dokumentasi hasil koordinasi dan data rekomendasi.

Selain itu, Menteri Perdagangan agar memberikan sanksi kepada pihak yang bertanggung jawab atas masalah tersebut.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya