Firasat Eks Dirjen Hubla Sebelum Ditangkap KPK

Eks Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono merasa sudah diintai oleh tim Satgas KPK sebelum ditangkap di tempat tinggalnya.

oleh Fachrur RozieLiputan6.com diperbarui 04 Apr 2018, 12:57 WIB
Terdakwa suap perizinan dan pengadaan proyek di lingkungan Ditjen Hubla TA 2016-2017 Antonius Tonny Budiono saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/3). Sidang mendengar keterangan Menhub, Budi Karya Sumadi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Antonius Tonny Budiono miliki firasat tak enak sebelum ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu dia ungkap dalam sidang pemeriksaan terdakwa perkara suap dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Tonny mengaku diintai oleh orang yang dia ketahui kini merupakan tim Satgas KPK.

Dia menceritakan, pagi hari sekitar pukul 05.30 WIB, sebelum penangkapan dirinya oleh KPK, dia melihat wanita turun dari mobil di depan mess tempat tinggalnya. Wanita tersebut terlihat berjalan sambil menelpon.

"Paginya ada Mitsubishi hitam, kemudian ada perempuan turun di depan mess naik ke tangga terus telepon, kok balik lagi. Ceweknya sudah mengantuk gitu yang mulia," ujar Tonny kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018).

Meski merasa aneh dengan wanita tersebut, Tonny tak ambil pusing. Dia tetap menjalani aktivitas sebagai Dirjen Hubla Kemenhub. Saat itu dia harus hadir dalam acara di Mabes Polri dan rapat koordinasi dengan Menko Maritim. Usai menjalani aktivitas, dia mengatakan langsung kembali ke mess untuk istirahat.

Sekitar pukul 19.30 WIB, pintu kamarnya diketok oleh petugas KPK. Saat itu, tim Satgas KPK dengan sopan bertanya soal pemberian uang dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama (AGK) Adi Putra Kurniawan, selaku perusahaan pemenang tender proyek pengerjaan pengerukan di beberapa pelabuhan.

"Pertama bilang, Pak Tonny kami dari KPK, uang Rp 2 juta dari Yongkie (nama lain Adi Putra) Bapak taruh di mana? Saya bilang enggak ada uang, ada ATM. Kemudian petugas KPK bertanya, Pak itu tas apa isinya? Uang Pak, silakan diperiksa," kata Tonny.

Tim KPK kemudian membuka tumpukan 33 tas ransel berisi uang di kamar Tonny. Tonny mengaku tak menyangka total keseluruhan uang di dalam 33 ransel tersebut mencapai Rp 20 miliar. Menurutnya, uang tersebut hanya berkisar Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar.

"Saya enggak pernah hitung yang mulia. Perhitungan saya Rp 3 sampai Rp 4 miliar. Begitu dihitung Rp 20 miliar, kalau begitu mending beli rumah di Pondok Indah," urai dia.

Tidak disebutkan secara detil sejak kapan Tonny terbiasa menyimpan uang di mess tersebut. Dia mengatakan, tidak memiliki alasan menyimpan uang di bank.

Tonny berdalih uang tersebut dari berbagai macam sumber penghasilannya sebagai Dirjen Hubla, Pelaksana tugas Dirjen Kereta Api, Komisaris PT Pelindo IV di Makassar, Komisaris Utama di anak perusahaan PT Pelindo I, honorarium sebagai narasumber pada setiap undangan diskusi.

Diketahui, Antonius Tonny Budiono didakwa menerima suap Rp 2,3 miliar dari Adiputra Kurniawan. Tonny juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang dan beberapa barang.

Sedikitnya ada enam mata uang asing yang diduga bagian dari gratifikasi oleh Tonny, yakni USD 479.700, EUR 4.200, SGD 700.249, RM 11.212, dan Rp 5.815.579.000. Tonny juga menerima gratifikasi dari Oscar Budiono dalam bentuk uang yang tersimpan di Bank Bukopin dengan total Rp 1.067.944.536. Sementara penerimaan gratifikasi oleh Tonny yang tersimpan di Bank BCA mencapai Rp 300 juta dari Wasito.

Tonny juga menerima gratifikasi berbagai macam barang yang memiliki nilai ekonomis yang seluruhnya setelah ditaksir oleh PT Pegadaian sejumlah Rp 243.413.300

Sementara itu, berdasarkan data penghasilan Tonny sebagai Dirjen Hubla saat itu mencapai Rp 891.218.300 per tahunnya, ditambah tunjangan transportasi, hari raya, dan tunjangan lainnya sebesar Rp 931.315.854.

Di samping itu, berdasarkan laporan harta kekayaan yang dilaporkan Tonny ke KPK tercatat Rp 1.723.867.685. Dari keseluruhan penghasilan dan harta kekayaan yang dilaporkan Tonny, jaksa menilai penerimaan sejumlah uang mata asing, barang-barang atau rekening yang berisi saldo dengan nilai beragam patut diduga merupakan bentuk gratifikasi.

Atas perbuatannya, Tonny didakwa jaksa penuntut umum pada KPK telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Terhadap penerimaan suap, Tonny didakwa Pasal 12 b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya