Liputan6.com, Riyadh - Raja Salman dari Arab Saudi menegaskan kembali dukungan untuk Palestina. Hal tersebut disampaikannya saat melangsungkan pembicaraan via telepon dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
"Raja (Salman) menegaskan kembali posisi kuat kerajaan terhadap isu Palestina dan hak sah rakyat Palestina atas sebuah negara merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," ungkap kantor berita Arab Saudi seperti dikutip dari arabnews.com, Rabu (4/4/2018).
Saat berbincang dengan Trump, pemimpin Kerajaan Arab Saudi itu juga menekankan perlunya memajukan proses perdamaian di Timur Tengah. Desakan ini muncul pasca-bentrokan berdarah di Jalur Gaza yang menewaskan 16 warga Palestina.
Sambungan telepon antara Raja Salman dan Trump terjadi setelah Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohamed bin Salman, mengeluarkan pernyataan kontroversial. Dalam wawancaranya dengan Jeffrey Goldberg, Pimpinan Redaksi majalah The Atlantic, pangeran yang akrab disapa MBS tersebut ditanya soal hak orang Yahudi untuk mendirikan negara di tanah leluhur mereka.
Baca Juga
Advertisement
Ia menjawab, "Saya percaya bahwa setiap orang, di mana saja, memiliki hak untuk hidup damai di negara mereka. Saya meyakini, Palestina dan Israel punya hak atas tanah mereka sendiri".
"Tapi kita harus memiliki perjanjian damai untuk menjamin stabilitas bagi seluruh pihak dan demi terjalinnya hubungan yang normal," imbuhnya.
Sontak, pernyataan Mohamed bin Salman tersebut menjadi polemik. Pasalnya, ketika Trump mengumumkan pengakuan atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada 6 Desember 2017, Raja Salman menentangnya.
Arab Saudi menyatakan bahwa pengakuan Yerusalem oleh AS sebagai tindakan "yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat dibenarkan".
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sinyal Perubahan Kebijakan Arab Saudi Terhadap Israel?
Arab Saudi dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik yang formal. Namun, sejumlah peristiwa mengindikasikan bahwa "di balik layar", relasi antar kedua negara cenderung membaik dalam beberapa tahun terakhir.
Pada September 2017, Pangeran Mohamed bin Salman dikabarkan melakukan kunjungan rahasia ke Israel. Informasi tersebut bermula ketika seorang koresponden di salah satu radio di Israel, Simon Aran, mengumumkannya di Twitter. Aran menuliskan bahwa seorang tokoh senior Arab melakukan kunjungan ke Tel Aviv.
Seperti dikutip dari The Jerusalem Post pada Selasa, 12 September 2017, sebuah radio berbahasa Arab di Israel melaporkan bahwa figur senior yang dimaksud adalah seorang pangeran Saudi. Ia dikabarkan bertemu dengan dengan sejumlah pejabat senior Israel untuk mendiskusikan perdamaian regional.
Adapun kantor Perdana Menteri dan Kementerian Luar Negeri Israel menolak untuk mengomentari kabar tersebut.
Salah satu media Arab memuat dalam laporannya bahwa pejabat senior yang dimaksud adalah Pangeran Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.
Kabar yang sama juga dimuat sejumlah media Arab lainnya seperti Al-Araby Al-Jadeed, Al Akhbar, dan Al-Quds Al-Arabi.
Setelahnya, tepatnya pada November 2017, Menteri Energi Israel, Yuval Steinitz mengatakan bahwa pihaknya menjalin kontak rahasia dengan Arab Saudi di tengah berkembangnya kekhawatiran atas pengaruh Iran di kawasan. Hal ini sekaligus menjadi pengakuan pertama seorang pejabat senior Israel tentang hubungan rahasia antar kedua negara, meski kabar ini telah lama berembus kencang.
Dalam wawancaranya dengan stasiun radio Army, Stenitz tidak menyebut detail kontak tersebut atau alasan di balik tindakan Israel menutupi hubungannya dengan Saudi.
"Kami memang memiliki hubungan yang sebagian besar ditutupi dengan banyak negara muslim dan negara Arab," ungkap Stenitz.
"Ini adalah sisi lain yang menarik untuk menjaga hubungan tetap tenang. Biasanya tidak masalah, tapi kami menghormati harapan pihak lain, ketika hubungan berkembang, apakah itu dengan Arab Saudi atau negara Arab lain atau negara muslim dan lainnya... kami menjaganya tetap sebagai rahasia," imbuhnya.
Kabar tentang kerja sama Riyadh-Tel Aviv sempat dikonfirmasi langsung ke Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel Jubeir.
Ia menjelaskan, "Kami selalu sampaikan bahwa jika konflik Israel-Palestina diselesaikan berdasarkan inisiatif perdamaian Arab maka Israel akan menikmati hubungan ekonomi, politik dan diplomatik yang normal dengan seluruh negara-negara Arab dan sampai itu terwujud, kita tidak memiliki hubungan dengan Israel," tegas Jubeir.
Konflik Israel dengan Palestina dinilai merupakan "penghalang" bagi Tel Aviv dan Riyadh untuk menjalin hubungan penuh. Dan pernyataan Pangeran Mohamed bin Salman yang mengakui "hak Israel untuk hidup damai di negara mereka" disinyalir menunjukkan tanda perubahan penting kebijakan Arab Saudi terhadap Israel.
Sebelumnya, sempat muncul laporan yang menyebutkan, Pangeran Mohamed bin Salman menggagas sebuah prakarsa perdamaian yang menawarkan Abu Dis sebagai ibu kota masa depan Palestina. Hal ini dinilai bertentangan dengan keinginan rakyat Palestina yang mendambakan Yerusalem Timur sebagai ibu kota mereka.
Oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas, gagasan tersebut ditolak mentah-mentah.
Sejak 2002, Arab Saudi telah menjadi sponsor utama Inisiatif Perdamaian Arab, yang memimpikan solusi dua negara bagi konflik Palestina-Israel.
Advertisement