Eks Dirjen Hubla Kaget Kalah Banyak Korupsi dengan Bawahannya

Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut pada Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono mengaku, menerima kartu ATM berisi uang dari pemenang proyek pengerukan sejumlah pelabuhan.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Apr 2018, 15:49 WIB
Ilustrasi Korupsi (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut pada Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubla), Antonius Tonny Budiono mengaku, menerima kartu anjungan tunai mandiri (ATM) berisi uang dari Adi Putra Kurniawan alias Yongkie alias Yeyen, pengusaha pemenang proyek pengerukan sejumlah pelabuhan. Tonny mengungkap tidak hanya dia yang menerima kartu ATM dari Yeyen.

Tonny mengatakan beberapa pejabat di Kementerian Perhubungan juga menerimanya.

Hal ini diketahuinya saat menjalani penyidikan di KPK. Saat itu, dia meminta agar diperlihatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Yeyen.

Tonny mengaku terkejut melihat daftar nama yang telah menerima kartu ATM bersaldo dengan nominal melebihi yang ia terima dari Yeyen. Menurut dia, jabatan dari nama-nama penerima itu lebih rendah darinya sebagai Dirjen Hubla, yakni Eselon IV.

"Saya bilang (ke penyidik) boleh tidak saya lihat di atas saya siapa di bawah saya siapa? Penyidiknya bilang Pak Tonny maaf kalau nanti saya buka nanti Pak Tonny kecewa dan benar. Begitu saya buka di BAP-nya, di atasnya itu lebih besar daripada saya sebagai seorang dirjen, saya kalah dari Eselon IV. Saya Eselon I tapi lebih kalah dari Eselon IV," ujar Tonny saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (4/4).

Jaksa kemudian mengonfirmasi latar belakang penerimaan uang tersebut. Namun, Tonny menduga perbedaan nominal yang diterima tidak dilihat berdasarkan jabatan di Kementerian Perhubungan melainkan nilai proyek.

"Itu bukan karena jabatan. Logikanya saya harus lebih besar daripada Eselon IV. Tapi mungkin karena masalah proyek," kata Tonny, mantan Dirjen Hubla.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Dakwaan

Pada perkara ini, Tonny didakwa menerima suap dari Adi Putra alias Yongkie alias Yeyen sebesar Rp 2,3 miliar dengan 8 kali transfer. Suap diberikan Yeyen dalam bentuk ATM yang telah tersedia saldo dan kerap mendapat transfer dari Yeyen. Selain itu, ATM yang dipegang Tonny diketahui atas nama Joko Prabowo. Nama tersebut merupakan identitas palsu.

Penerimaan suap oleh Tonny sebagai kompensasi Yeyen menjadi pemenang tender proyek pengerukan di beberapa pelabuhan. Pada transaksinya, keduanya kerap menggunakan kata sandi, antara lain telur asin, sarung, kalender tahun baru.

Tonny juga didakwa menerima gratifikasi dengan berbagai mata uang asing. Sedikitnya ada enam mata uang asing yang dianggap merupakan bentuk gratifikasi oleh Tonny, yakni USD 479.700, EUR 4.200, SGD 700.249, RM 11.212, dan Rp 5.815.579.000. Tonny juga menerima gratifikasi dari Oscar Budiono dalam bentuk uang yang tersimpan di Bank Bukopin dengan total Rp 1.067.944.536. Sementara penerimaan gratifikasi oleh Tonny yang tersimpan di BCA mencapai Rp 300 juta dari Wasito.

Ia juga menerima gratifikasi berbagai macam barang yang memiliki nilai ekonomi yang seluruhnya setelah ditaksir oleh PT Pegadaian sejumlah Rp 243.413.300.

Atas perbuatannya, ia didakwa jaksa penuntut umum pada KPK telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sementara penerimaan suap, Tonny didakwa Pasal 12 b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya