Menkes Siap Mediasi Dokter Terawan dengan IDI

Sementara itu, IDI menyatakan belum melakukan pemecatan terhadap dokter Terawan.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Apr 2018, 12:48 WIB
Dokter Terawan tidak merasa pernah mengiklankan diri. (Foto: Liputan6.com/Benedikta Desideria)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Djuwita Farid Moeloek menyarankan mediasi antara Kepala RSPAD Gatot Soebroto dokter Terawan Agus Putranto dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

"Biarkan mereka dulu di antara para profesi, pemerintah regulasi, yang tahu DSA (Digital Substraction Angiography atau cuci otak) untuk apa, yang tahu profesi. Kita tak bisa jawab, saya apalagi bukan ahli DSA," kata Nila di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/4/2018).

Jika gagal, Nila mengaku bersedia menjembatani mediasi kedua belah pihak. "Kalau mereka masih belum, akan kami coba mediasi," kata Nila.

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memberikan sanksi kepada Kepala RSPAD Gatot Subroto Dokter Terawan Agus Putranto.

Surat putusan sanksi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) terhadap dokter cuci otak ini sempat beredar di media sosial pada Selasa 3 April 2018.

Surat yang ditandatangani Ketua MKEK Pusat, Prijo Sidipratomo itu, berisi putusan terkait dugaan pelanggaran etik kedokteran berat yang telah dilakukan dokter Terawan.

MKEK menduga, dokter yang identik dengan terapi Brain Washing melalui metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA) itu sudah berlebihan dalam mengiklankan diri. Menurut MKEK, tidak sepatutnya dokter Terawan mengklaim tindakan cuci otak itu sebagai tindakan pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif) stroke iskemik.

Alasan lain yang memperkuat MKEK menjatuhkan sanksi itu karena dokter Terawan melakukan dugaan menarik bayaran dengan nominal yang tidak sedikit. Selain itu, menurut MKEK, janji-janji dokter Terawan akan kesembuhan setelah menjalankan tindakan cuci otak (brain washing). Padahal, terapi tersebut belum ada bukti ilmiah atau Evidence Based (EBM).

Sementara itu, IDI menyatakan belum melakukan pemecatan terhadap dokter Terawan.

"Masalah urusan memecat (dokter Terawan) dari PB IDI masih panjang," kata Mariya Mubarika dari Tim Advokasi Legislatif IDI melalui pesan WhatsApp kepada Health Liputan6.com, ditulis Kamis (5/4/2018).

Sebagai tindak lanjut, IDI juga akan mengundang dokter Terawan untuk melakukan pembelaan atau sanggahan. Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Ilham Oetama Marsis.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Dokter Terawan Sedih

Dokter Terawan melakukan konferensi pers bersama anggota Komisi I DPR RI di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018). (Liputan6.com/Benedikta Desideria)

Sementara itu, Mayjen TNI Dokter Terawan Agus Putranto mengaku sedih dengan beredarnya berita yang menyatakan bahwa Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (MKEK PB IDI) memberinya sanksi diberhentikan dari keanggotaan, terkait praktik Digital Substraction Angiography (DSA) atau metode cuci otak yang dia lakukan.

Pernyataan ini disampaikan Dokter Terawan dalam pertemuannya dengan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia yang melakukan sidak ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, pada Rabu 4 April 2018.

"Sungguh kami merasa terhibur dan merasa dikuatkan. Karena sejujurnya, hati saya merasa sedih dan pilu karena rasanya, saya ingin bekerja yang terbaik untuk bangsa dan masyarakat," kata Dokter Terawan.

Terawan mengungkapkan belum ada surat dari IDI yang dia terima. Selain itu, dia juga tidak mengerti masalah apa yang membuatnya melanggar etika kedokteran.

"Kami jadi bingung. Dikatakan tidak ilmiah, tidak evidence based. Kalau syaratnya terpublikasi di jurnal, kita malah di jurnal internasional," tambah Dokter Terawan.

 

Reporter: Sania Mashabi

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya