Liputan6.com, Jakarta - Co-founder dari Spotify Daniel Ek kini duduk di jajaran miliarder dunia. Pria berkepala plontos ini mampu mereguk harta dalam jumlah besar setelah perusahaan streaming musik Spotify yang dipimpinnya mengalami kenaikan valuasi setelah melantai di bursa.
Saat IPO pada Selasa waktu setempat, nilai valuasi Spotify dilaporkan melonjak ke angka USD 26 miliar. Daniel Ek memiliki 9 persen porsi saham di perusahaan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Dilaporkan CNBC, Kamis (5/4/2018), kini kekayaan Daniel Ek bertengger di angka USD 2,5 miliar. Ia menambah panjang miliarder yang memperoleh kekayaan lewat bisnis digital. Meski kini mampu duduk sebagai CEO dari salah satu perusahaan tersukses dunia, perjuangan panjang harus ditempuh Daniel hingga bisa berdiri di posisinya sekarang.
Pria berkepala plontos ini bukanlah lahir dari keluarga berada, ia besar di sebuah kota kecil di Swedia. Ia lahir dari Ibu yang berprofesi sebagai seorang penyanyi opera dan pianis.
Sementara ayah kandungnya, meninggalkan Daniel sejak ia masih kecil. Ayah tirinya bekerja di bidang teknologi. Inilah cikal bakal dari kesukaan Daniel di bidang musik dan teknologi.
Jiwa pengusaha memang sudah diperlihatkan Daniel Ek sejak kecil. Di usianya yang baru 14 tahun, ia sudah membuka bisnis. Keuntungan bisnis ia gunakan untuk membeli video gim.
Saat beranjak dewasa, Daniel berhasil masuk kuliah di Royal Institute of Technology. Namun sayang, karena ia merasa ilmu yang didapat hanya berkutat seputar teori saja Daniel pun memutuskan keluar dari kuliahnya. Ia lalu membuat program dan menjual hak patennya ke beberapa perusahaan.
Sukses Bangun Spotify
Sukses dengan programnya, ia mendapat bayaran hingga USD 1 juta. Di usianya yang masih 23 tahun, Daniel menggunakan uang tersebut untuk bersenang-senang. Ia membeli apartemen dan mobil mewah di Swedia. Tapi sayang, hal tersebut hanya tidak bisa membuatnya berkecukupan.
"Dulu, saya hanya ingin terlihat keren," tutur Daniel seperti dilansir Business Insider.
Gamang dan bingung dengan kehidupannya, Daniel akhirnya melego mobil mewahnya dan pindah ke rumah yang lebih dekat dengan orang tuanya. Hari-harinya diisi dengan meditasi sembari sesekali bermain gitar.
Tak disangka, dari sanalah muncul ide untuk mendirikan bisnis yang menggabungkan teknologi dan musik. Demi mewujudkan keinginannya ini, ia juga berkenalan dengan Martin Lorentzon yang kemudian menjadi partner-nya di Spotify.
Dalam membangun Spotify, Daniel dan Martin melalui begitu banyak tantangan. Salah satu yang terberat adalah mencoba meyakinkan label musik bahwa model bisnis yang dijalankannya bisa menguntungkan.
"Ini ide hebat, aku waktu itu yakin pasti berhasil," kata Daniel.
Di tahun 2008, Spotify pertama kali diluncurkan di negara Skandinavia, Prancis dan Inggris. Butuh waktu tiga tahun setelahnya Spotify baru bisa masuk ke Amerika Serikat.
Advertisement