Liputan6.com, Jakarta - Menyusul skandal penyalahgunaan data yang terjadi di Facebook, raksasa media sosial itu mengaku sudah menyiapkan langkah tindak lanjut terkait kasus ini. Salah satunya adalah memberi notifikasi bagi pengguna apabila dirinya menjadi korban dari penyalahgunaan data.
Dikutip dari Newsroom Facebook, Kamis (5/4/2018), Facebook akan menampilkan informasi seputar aplikasi yang terhubung dengan akunnya di bagian paling atas News Feed. Dengan demikian, pengguna dapat tahu informasi apa saja yang diketahui aplikasi itu.
Selain itu, pengguna juga dapat menyingkirkan aplikasi yang sudah tak lagi diinginkan terhubung dengan akun Facebook-nya.
Baca Juga
Advertisement
Sebagai tambahan, perusahaan juga akan memberikan notifikasi apakah akun pengguna menjadi korban kasus penyalahgunaan data Cambridge Analytica.
Sekadar informasi, pengumuman notifikasi ini dilakukan Facebook bersamaan dengan pengungkapan jumlah akun yang terdampak penyalahgunaan data. Berdasarkan data terbaru, ada sekitar 87 juta data pengguna yang terdampak kasus ini.
Sebagian besar pengguna, menurut Facebook, memang banyak berasal dari Amerika Serikat. Namun, yang mengejutkan, Indonesia ternyata masuk dalam tiga besar negara yang menjadi korban.
Indonesia sendiri ada di urutan ketiga dengan sekitar 1 juta pengguna Indonesia menjadi korban kasus penyalahgunaan data oleh Cambridge Analytica. Berada di urutan kedua, ada Filipina dengan jumlah pengguna 1,7 juta.
Negara-negara lain yang juga menjadi korban adalah Inggris, Meksiko, Kanada, India, Brasil, Vietnam dan Australia. Namun, Facebook mengaku tidak tahu rincian data yang diambil dan jumlah pasti akun yang menjadi korban.
Skandal Penyalahgunaan Data Facebook
Facebook kerap diterpa masalah terkait keamanan data para pengguna. Sebagai media sosial terbesar di dunia, sudah pasti layanan tersebut menyimpan banyak data mengenai banyak orang.
Salah satu masalah terbaru yang dialami Facebook yaitu kasus penyalahgunaan puluhan juta pengguna dengan melibatkan pihak ketiga. The Guardian melaporkan, Cambridge Analytica menggunakan data para pengguna Facebook itu, untuk kepentingan komersial.
Seluruh data tersebut dikumpulkan melalui sebuah aplikasi bernama thisisyourdigitallife, yang dibuat oleh Aleksandr Kogan, terpisah dari pekerjaannya di Cambridge University.
Melalui perusahaannya, Global Science Research (GSR), Kogan berkolaborasi dengan Cambridge Analytica dengan membayar ratusan ribu pengguna Facebook agar menjalani pengujian kepribadian dan menyetujui data mereka diambil untuk kepentingan akademis.
Selain itu, aplikasi tersebut juga mengumpulkan informasi dari test-taker teman-teman di Facebook, yang menyebabkan akumulasi puluhan juta data.
Facebook dilaporkan sudah lama mengetahui masalah tersebut, tapi perusahaan dikiritik karena tidak mengambil langkah serius untuk mengatasinya.
Advertisement
Kogan Merasa Dikambinghitamkan
Merasa dirinya dinilai sebagai sumber masalah ini, Kogan akhirnya buka suara dan menyampaikan pembelaan kepada BBC dan para koleganya di Cambridge. Ia mengaku telah menjadi korban dalam skandal penyalahgunaan puluhan juta data pengguna Facebook.
"Menurut saya, saya digunakan sebagai kambing hitam oleh Facebook dan Cambridge Analytica," tuturnya.
Pengumpulan data pengguna membuat Facebook menangguhkan akun Kogan. Perusahaan GSR miliknya didirikan pada Mei 2014 bersama peneliti lain dari Cambridge, Joseph Chancellor, yang saat ini dipekerjakan oleh Facebook. Chancellor meninggalkan GSR pada September 2015.
Antara Juni dan Agustus 2014, GSR membayar sekira 270 ribu orang untuk menggunakan sebuah aplikasi kuisioner, yang mengambil data dari profil Facebook mereka, serta teman-temannya. Hal ini pada akhirnya menghasilkan dataset lebih dari 50 juta pengguna.
Data itu kemudian diberikan kepada Cambridge Analytica. Facebook menilai hal tersebut telah menyalahi perjanjian Kogan, yang awalnya hanya berniat digunakan untuk tujuan akademis.
Dalam email kepada para koleganya di Cambridge, Kogan mengaku membuat aplikasi Facebook tersebut pada 2013 untuk tujuan akademis dan menggunakan untuk sejumlah studi.
Setelah mendirikan GSR, ia memindahkan aplikasi itu ke GSR, serta mengubah nama, logo, deskripsi, syarat dan ketentuan.
"Kami sudah menjelaskan aplikasi itu untuk penggunaan komersial, dan tidak pernah menyinggung soal riset akademis ataupun University of Cambridge. Semua perubahan itu, kami jelaskan di platformaplikasi Facebook, sehingga mereka bisa meninjau sifat aplikasi. Facebook sama sekali tidak mengemukakan kekhawatiran apa pun tentang perubahan tersebut," jelas Kogan.
(Dam/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: