Liputan6.com, Jakarta - CEO Facebook, Mark Zuckerberg, menegaskan tidak mencari kambing hitam atas masalah penyalahgunaan data puluhan juta penggunanya oleh perusahaan konsultasi politik, Cambridge Analytica. Sejauh ini tidak ada karyawan Facebook yang dipecat karena masalah tersebut.
Hal itu disampaikan Zuckerberg saat menjawab pertanyaan dari Business Insider, tentang kemungkinan pemecatan karyawan terkait penyalahgunaan data 87 juta pengguna Facebook.
Baca Juga
Advertisement
"Saya belum memutuskan karena situasi CA (Cambridge Analytica). Kami masih bekerja mengatasi ini. Pada akhirnya, ini adalah tanggung jawab saya," kata Zuckerberg seperti dikutip dari Business Insider, Jumat (6/4/2028).
Suami dari Priscilla Chan itu mengaku mendapatkan banyak pernyataan tentang kasus Cambridge Analytica. Namun, ia menegaskan bertanggung jawab atas semua yang terjadi.
"Saya memulai tempat ini (Facebook), saya menjalankannya, saya bertanggung jawab untuk apa yang terjadi di sini," sambungnya.
Ia pun menegaskan tidak akan mengorbankan orang lain atas masalah ini. "Saya tidak berusaha mengorbankan orang lain untuk kesalahan yang kami buat di sini."
Indonesia Juga Jadi Korban Skandal Penyalahgunaan Data Facebook
Skandal penyalahgunaan data puluhan juta pengguna Facebook masih belum usai. Setelah dikritik oleh berbagai pihak, Facebook akhirnya membeberkan rincian akun penggunanya yang disalahgunakan oleh Cambridge Analytica.
Dalam keterangan resminya, Facebook mengungkap informasi dari sekira 87 juta pengguna telah digunakan secara tidak layak oleh perusahaan konsultan politik, Cambridge Analytica.
Sebagian besar merupakan data pengguna Facebook di Amerika Serikat (AS), kemudian Indonesia juga termasuk tiga besar yang menjadi korban.
Sebanyak 70,6 juta akun yang disalahgunakan berasal dari AS, Filipina berada di posisi ke dua dengan 1,2 juta dan Indonesia dengan 1 jutaan akun. Dari total jumlah akun yang disalahgunakan, 1,3 persen adalah milik pengguna di Indonesia.
Negara-negara lain yang juga menjadi korban adalah Inggris, Meksiko, Kanada, India, Brasil, Vietnam dan Australia.
Namun, Facebook mengaku tidak tahu rincian data yang diambil dan jumlah pasti akun yang menjadi korban.
"Total, kami yakin informasi dari 87 juta orang di Facebook, sebagian besar di AS, telah dibagikan secara tidak layak dengan Cambridge Analytica," tulis Facebook dalam keterangan resminya.
Untuk mencegah masalah serupa kembali terjadi, Facebook pada Rabu (4/4/2018), sekaligus mengumumkan sembilan perubahan penting di layanannya. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik untuk seluruh informasi yang ada di Facebook.
Sembilan perubahan penting itu mencakup API untuk layanan Event, Group, Page, Instagram, Platform, login Facebook, Search and Account Recovery, data panggilan telepon dan pengiriman pesan, Data Providers and Partner Categories, serta pengaturan aplikasi.
Selain itu, Facebook juga akan memberikan pemberitahuan kepada pengguna yang informasinya diduga dibagikan secara tidak layak ke Cambridge Analytica.
"Kami yakin perubahan-perubahan ini akan melindungi informasi orang-orang dengan lebih baik, dan tetap membuat developer bisa menciptakan pengalaman berguna. Kami tahu, kami harus mengerjakan banyak hal, dan kami akan memberikan informasi terbaru jika ada perubahan," tulis Facebook.
Advertisement
Data Pengguna Indonesia Bocor, DPR Bakal Panggil Facebook
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, turut memberikan komentar soal penyalahgunaan data pengguna Facebook di Indonesia. Menurut Hanafi, jika hal tersebut benar, pihaknya akan memanggil perwakilan Facebook Indonesia.
"Komisi I bisa memanggil perwakilan Facebook di Indonesia. Dan tidak tertutup kemungkinan memanggil pula perwakilan perusahaan over the top (OTT) yang lain seperti Google dan Twitter. Sesegera mungkin kami panggil," jelasnya melalui pesan singkat, Kamis (5/4/2018).
Lebih lanjut dikatakan politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu, jika terbukti benar Facebook bersalah, maka mereka telah melanggar terms of services-nya sendiri, khususnya terkait privasi, distribusi dan keamanan data para pengguna layanan media sosial.
"Belum lagi kepatuhannya menaati aturan UU maupun peraturan Menteri Kominfo terkait penyelenggaraan layanan sistem elektronik," ucapnya.
(Din/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: