Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik angkat bicara mengenai kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium di beberapa daerah. Ia mengklaim pengurangan pasokan Premium dilakukan sesuai dengan keinginan pemerintah yang mewajibkan Pertamina untuk memproduksi bensin dengan standar Euro 4 yang lebih ramah lingkungan.
"Dulu memang didesain untuk meninggalkan energi ron 88 karena isu lingkungan kita menuju energi ke ramah lingkungan. Sehingga perlahan-lahan kita bridging dengan produk ron 90 yang namanya pertalite. Pada waktu itulah kita kilang Cilacap. Sekarang sudah tidak ada lagi produk Euro 2," ujarnya di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Baca Juga
Advertisement
Selain akibat dari regulasi tersebut, faktor lain yang membuat adanya kelangkaan Premium adalah kenaikan harga minyak dunia yang tidak menentu. Padahal, harga Premium tidak boleh dinaikkan karena merupakan salah satu komponen yang diatur oleh pemerintah.
"Kita yang ada sekarang saja kurang dan kita impor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga harga selalu fluktuatif. BBM diproduksi mulai dari raw material sehingga pasti ada yang namanya cost. Kalau harga raw material naik pasti biaya produksinya naik, itu suatu hukum yang pasti. Sementara daya beli masyarakat kita terbatas," jelasnya.
Untuk itu, ke depan Pertamina akan terus berdiskusi dengan pemerintah dalam mencari solusi pemenuhan Premium. "Kita kan enggak bisa bekerja keluar dari regulasi. Makanya kita harus diskusi. Ngobrol terus dengan Dirjen Migas. Karena regulasi kan cuma ada dua, pemerintah dan legislatif," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Jonan Tegur Pemerintah
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan telah menegur Pertamina terkait kelangkaan BBM jenis Premium. Dia menyatakan bahwa teguran tersebut telah sampaikan berkali-kali kepada perusahaan plat merah ini.
Jonan mengungkapkan, Pertamina harus tetap menyalurkan Premium. Bahkan, Pertamina telah diberi tugas untuk menyalurkan sebanyak 7,5 kilo liter Premium per tahun.
"Kami sudah tegur Pertamina, bahwa Pertamina harus tetap menyalurkan premium. Premium itu gini, kalau di Perpres 191 Tahun 2014 itu Pertamina mendapat penugasan menyalurkan 7,5 kilo liter setahun. Sudah ditegur keras sekali," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Penyaluran tersebut, lanjut dia, terutama untuk daerah di luar area Jawa, Madura dan Bali (Jamali). "Terutama yang di luar Jamali. Dan kalau yang di Jawa itu sudah ditambah margin Rp 100 per liter untuk penyaluran Premium oleh Pertamina. Jadi ini harus dilakukan kita sudah negur Pertamina kok," lanjut dia.
Menurut Jonan, Pertamina tidak boleh memaksa masyarakat untuk membeli Pertalite dengan cara menghentikan pasokan Premium. Sebab, peralihan dari Premium ke Pertalite harus dilakukan secara sukarela.
"Ya jadi gini saya sudah minta Pertamina harus tetap menyalurkan Premium. Kalau misalnya mau menjuak Pertalite mestinya pakai cara lain supaya masyarakat secara sukarela beralih ke Pertalite. Kalau mau loh. Bukan dengan cara mengosongkan pasok Premium," jelas dia.
Advertisement