Bos Facebook: Informasi Pengguna Bisa Dikeruk Pihak Lain

Menurut CEO Facebook, Mark Zuckerberg, fitur pencarian berdasarkan nomor telepon dan alamat email memungkinkan pihak lain mengumpulkan informasi publik dari pengguna

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 09 Apr 2018, 09:00 WIB
Facebook (AP Photo/Ahn Young-joon)

Liputan6.com, Jakarta - Skandal penyalahgunaan data yang sedang dialami oleh Facebook harus diakui terus merambat ke isu lain. Salah satunya adalah pernyataan CEO Facebook, Mark Zuckerberg, yang menyebut data pengguna sebenarnya sudah dikumpulkan oleh pihak lain.

Menurut dia, pengumpulan data ini dilakukan oleh pihak ketiga pada pengguna yang mengaktifkan fungsi pencarian spesifik. Dengan cara itu, ia percaya data pengguna dapat diketahui oleh pihak lain yang melakukan pencarian.

"Saya berasumsi saat pengguna mengaktifkan fitur ini, seseorang dapat mendapatkan akses ke informasi publik pengguna," tuturnya seperti dikutip dari CNBC, Senin (9/4/2018). Fitur yang dimaksud adalah pencarian dengan alamat e-mail atau nomor telepon.

Pernyataan serupa juga sempat dilontarkan CTO Facebook Mike Schroepfer. Beberapa waktu lalu, ia mengatakan ada kemungkinan profil publik pengguna Facebook sebenarnya sudah dikumpulkan oleh pihak lain.

"Fitur pencarian ini memang memudahkan, tapi ada pihak tak bertanggung jawab memanfaatkannya untuk mengumpulkan data pengguna. Kami percaya sebagian besar pengguna Facebook data publiknya telah dikumpulkan," tuturnya.

Kendati demikian, Zuckerberg sendiri belum dapat memastikan apakah ada profil publik pengguna yang dikumpulkan pihak lain. Dalam keterangannya, ia menyebut hal ini dapat saja terjadi mengingat keberadaan fitur pencarian tersebut memungkinkannya.

Facebook sendiri mengaku sudah menyiapkan solusi agar kasus semacam ini tak lagi terjadi. Untuk itu, Schroepfer menuturkan pihaknya telah mematikan fitur pencarian berbasis nomor telepon atau alamat email.

Selain itu, Facebook juga telah melakukan perubahan untuk fitur 'recovery account'. Perubahan ini dilakukan untuk mengurangi risiko dari pengumpulan data dari pihak lain yang tak bertanggung jawab.


Bos Facebook Tidak Salahkan Karyawan

Facebook (AP Photo/Thibault Camus)

Sementara untuk kasus penyalahgunaan ini, CEO Facebook, Mark Zuckerberg, menegaskan tidak mencari kambing hitam. Sejauh ini tidak ada karyawan Facebook yang dipecat karena masalah tersebut.

Hal itu disampaikan Zuckerberg saat menjawab pertanyaan dari Business Insider, tentang kemungkinan pemecatan karyawan terkait penyalahgunaan data 87 juta pengguna Facebook.

"Saya belum memutuskan karena situasi CA (Cambridge Analytica). Kami masih bekerja mengatasi ini. Pada akhirnya, ini adalah tanggung jawab saya," kata Zuckerberg seperti dikutip dari Business Insider, Jumat (6/4/2028).

Suami dari Priscilla Chan itu mengaku mendapatkan banyak pernyataan tentang kasus Cambridge Analytica. Namun, ia menegaskan bertanggung jawab atas semua yang terjadi.

"Saya memulai tempat ini (Facebook), saya menjalankannya, saya bertanggung jawab untuk apa yang terjadi di sini," ucapnya.

Ia pun menegaskan tidak akan mengorbankan orang lain atas masalah ini. "Saya tidak berusaha mengorbankan orang lain untuk kesalahan yang kami buat di sini."


Indonesia Juga Jadi Korban Skandal Penyalahgunaan Data Facebook

Facebook (AP Photo/Jeff Chiu, File)

Skandal penyalahgunaan data puluhan juta pengguna Facebook masih belum usai. Setelah dikritik oleh berbagai pihak, Facebook akhirnya membeberkan rincian akun penggunanya yang disalahgunakan oleh Cambridge Analytica.

Dalam keterangan resminya, Facebook mengungkap informasi dari sekira 87 juta pengguna telah digunakan secara tidak layak oleh perusahaan konsultan politik, Cambridge Analytica.

Sebagian besar merupakan data pengguna Facebook di Amerika Serikat (AS), kemudian Indonesia juga termasuk tiga besar yang menjadi korban.

Sebanyak 70,6 juta akun yang disalahgunakan berasal dari AS, Filipina berada di posisi ke dua dengan 1,2 juta dan Indonesia dengan 1 jutaan akun. Dari total jumlah akun yang disalahgunakan, 1,3 persen adalah milik pengguna di Indonesia.

Negara-negara lain yang juga menjadi korban adalah Inggris, Meksiko, Kanada, India, Brasil, Vietnam dan Australia.

Namun, Facebook mengaku tidak tahu rincian data yang diambil dan jumlah pasti akun yang menjadi korban.

"Total, kami yakin informasi dari 87 juta orang di Facebook, sebagian besar di AS, telah dibagikan secara tidak layak dengan Cambridge Analytica," tulis Facebook dalam keterangan resminya.

Untuk mencegah masalah serupa kembali terjadi, Facebook pada Rabu (4/4/2018), sekaligus mengumumkan sembilan perubahan penting di layanannya. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik untuk seluruh informasi yang ada di Facebook.

Sembilan perubahan penting itu mencakup API untuk layanan Event, Group, Page, Instagram, Platform, login Facebook, Search and Account Recovery, data panggilan telepon dan pengiriman pesan, Data Providers and Partner Categories, serta pengaturan aplikasi.

Selain itu, Facebook juga akan memberikan pemberitahuan kepada pengguna yang informasinya diduga dibagikan secara tidak layak ke Cambridge Analytica.

"Kami yakin perubahan-perubahan ini akan melindungi informasi orang-orang dengan lebih baik, dan tetap membuat developer bisa menciptakan pengalaman berguna. Kami tahu, kami harus mengerjakan banyak hal, dan kami akan memberikan informasi terbaru jika ada perubahan," tulis Facebook.

(Dam/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya