Harga Minyak Jatuh Tersandung Ancaman Tarif Impor Donald Trump ke China

Trump mengatakan pada hari Kamis bahwa ia telah memerintahkan para pejabat perdagangan AS untuk mempertimbangkan tarif tambahan impor senilai USD 100 miliar terhadap China.

oleh Nurmayanti diperbarui 07 Apr 2018, 07:00 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia turun sekitar 2 persen usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengeluarkan ancaman pengenaan tarif impor baru terhadap China. Hal ini memunculkan kembali kekhawatiran terjadinya perang perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia yang dapat melukai pertumbuhan global.

Melansir laman Reuters, Sabtu (7/4/2018), harga minyak mentah berjangka Brent turun USD 1,22 ke posisi USD 67,11 per barel. Sementara kontrak berjangka minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun USD 1,48 atau 2,3 persen menjadi USD 62,06 per barel.

Minyak mentah Brent tercatat telah turun 2,8 persen dalam minggu ini, sementara minyak mentah AS turun 4,4 persen. Ini merupakan penurunan mingguan terbesar sejak awal Februari.

Trump mengatakan pada hari Kamis bahwa ia telah memerintahkan para pejabat perdagangan AS untuk mempertimbangkan tarif tambahan impor senilai USD 100 miliar terhadap China., yang kemudian meningkatkan ketegangan dengan Beijing.

China kemudian menanggapi dengan memperingatkan jika mereka sepenuhnya siap untuk memberikan serangan balasan yang lebih sengit, jika Amerika Serikat menindak lanjuti ancaman Trump.

“Kemungkinan meningkatnya perang tarif langsung adalah gambaran dari pertumbuhan ekonomi yang melambat yang dapat membatasi permintaan minyak yang kuat yang telah membantu untuk menghidupkan kembali harga selama beberapa bulan terakhir,” ujar Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbusch and Associates, kata dalam catatannya.

Wall Street juga jatuh dipicu kegelisahan terjadinya perang perdagangan, yang membebani harga minyak. 

 


Produksi Minyak

Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Di sisi lain, produksi minyak anggota OPEC Libya mencapai sekitar 1,05 juta barel per hari seiring langkah pemadaman yang masih terus berlangsung sejak Februari di ladang minyak El Feel.

Sementara jumlah pengeboran di AS bertambah 11 rig minyak dalam seminggu hingga 6 April, sehingga jumlah total yang beroperasi mencapai 808. Ini merupakan tingkat tertinggi sejak Maret 2015, menurut laporan perusahaan jasa energi General Electric Co (GE.N) Baker Hughes.

Sementara Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan bahwa pengaturan pasokan, di mana Moskow bekerja sama dengan kelompok minyak OPEC bisa menjadi tidak terbatas setelah kesepakatan saat ini untuk mengekang produksi minyak berakhir pada akhir tahun.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan produsen minyak besar lainnya yang dipimpin oleh Rusia telah sepakat untuk membatasi output minyaknya sekitar 1,8 juta barel per hari hingga akhir 2018 untuk memuluskan persediaan minyak yang membengkak.

OPEC dan sekutunya harus menjaga pemotongan untuk memastikan tingkat harga yang sehat sebagai cara untuk meningkatkan investasi di industri dan menghindari suplai dan guncangan harga dalam jangka panjang, kata menteri energi Qatar.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya