Amerika Serikat Kembali Jatuhkan Sanksi ke Rusia

Sanksi baru yang dijatuhkan Amerika Serikat, menargetkan tujuh oligarki, 12 perusahaan, 17 pejabat Rusia, dan sebuah perusahaan ekspor senjata milik negara.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 09 Apr 2018, 12:41 WIB
Donald Trump dan Presiden Putin (Pool AFP/Slate.com)

Liputan6.com, Washington, DC - Pemerintah Donald Trump memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia. Sanksi baru ini diumumkan pada hari Jumat, 6 April 2018, sebagai upaya untuk menghukum Negeri Beruang Merah atas dugaan campur tangan dalam Pilpres Amerika Serikat 2016 dan sejumlah agresi lainnya.

Sanksi tersebut dirancang untuk menargetkan sejumlah industrialis terkaya Rusia. Menurut Barat, para industrialis tersebut bertambah tajir, menyusul semakin otoriternya pemerintahan Vladimir Putin.

Secara efektif, sanksi akan mencegah mereka yang masuk dalam daftar untuk bepergian ke Negeri Paman Sam atau melakukan bisnis atau bahkan membuka rekening bank di Barat. Selain itu, sanksi ini juga membatasi orang asing memfasilitasi transaksi atas nama mereka. Demikian seperti dilansir nytimes.com, Senin (9/4/2018).

Elizabeth Rosenberg, mantan pejabat Amerika Serikat pada era Barack Obama, menggambarkan sanksi tersebut cukup "bernyali". Ia memperkirakan, sejumlah sanksi lain terhadap Rusia akan menyusul.

Sanksi baru ini muncul di tengah kebijakan "tak pasti" Washington ke Moskow. Ketika Donald Trump menginginkan hubungan yang hangat dengan Rusia, Kongres dan sebagian otoritas Amerika Serikat lainnya justru mendorongkannya ke titik terendah dalam sejarah relasi kedua negara.

"Tidak ada yang lebih tangguh terhadap Rusia (dibanding Amerika Serikat), namun bergaul dengan Rusia akan menjadi sesuatu yang baik, bukan hal buruk," ujar Trump beberapa hari lalu.

Sanksi baru Amerika Serikat terhadap Rusia ini menyasar lingkaran dalam Presiden Vladimir Putin, termasuk Kirill Shamalov, menantu Putin yang memiliki hubungan bisnis dekat dengan salah satu teman lama Putin, Gennady Timchenko. Ada pula Vladimir Bogdanov, Direktur Jenderal Surgutneftegas, sebuah perusahaan minyak swasta besar yang telah lama dikabarkan memberikan kepemilikan saham pada Putin.

Oleg V. Deripaska, yang pernah memiliki hubungan dekat dengan mantan Manajer Kampanye Donald Trump, Paul Manafort, juga termasuk orang yang terkena sanksi. Secara keseluruhan, Amerika Serikat menargetkan tujuh oligarki, 12 perusahaan, 17 pejabat Rusia, dan sebuah perusahaan ekspor senjata milik negara.

"Daftar ini mengirimkan sinyal yang sangat jelas kepada Presiden Putin sendiri bahwa 'kami tidak takut mengejar teman-teman Anda dan anak-anak mereka'," ujar Alina Polyakova, seorang pakar Rusia di Brooking Institution.

Kementerian Luar Negeri Rusia pun menjanjikan sebuah "respons keras" atas kebijakan Washington tersebut. Moskow menegaskan bahwa penggunaan sanksi oleh Amerika Serikat yang meningkat belakangan menunjukkan ekonomi yang anti-persaingan.

 

Saksikan video pilihan berikut:


Sanksi Akan Efektif?

Vladimir Putin dan Donald Trump berbincang disela-sela KTT APEC yang diadakan di Da Nang, Vietnam (11/11/2017). (AP Photo/Evan Vucci)(Jorge Silva/Pool Photo via AP)

Sanksi baru ini diumumkan saat Robert S. Mueller, penasihat khusus yang menyelidiki kemungkinan kolusi antara tim kampanye Donald Trump dan Rusia, mulai mempertanyakan tentang kemungkinan hubungan keuangan antara orang-orang di lingkaran Presiden Putin dengan orang-orang dekat Trump.

Dampak atas sanksi baru dinilai akan sangat menyakitkan rezim Putin. Oligarki Rusia diyakini memiliki aset bernilai ratusan juta dolar dalam bentuk properti yang tersebar di London, New York, dan Miami. Namun, di lain sisi ketegangan diperkirakan tidak akan berlarut mengingat sebagian besar pihak yang menjadi target sanksi telah melindungi aset mereka.

Sanksi yang menargetkan kaum oligarki dianggap sebagai cara yang sangat baik untuk menghukum gerakan agresif Moskow. Amerika Serikat menjatuhkan sanksi selang tiga hari setelah Penasihat Keamanan Nasional Donald Trump, H.R McMaster, dalam pidatonya memperingatkan bahwa ancaman Rusia meningkat.

"Sudah cukup lama sejumlah negara mencari cara lain dalam menghadapi ancaman ini. Dan kami gagal melakukannya," tutur McMaster.

Pengumuman atas sanksi ini dinilai hanya akan memperburuk hubungan Washington-Moskow yang saat ini sudah tegang. Baru-baru ini, 60 diplomat Amerika Serikat meninggalkan Rusia sebagai bagian dari serangkaian pengusiran yang dilakukan pasca-upaya peracunan terhadap mantan agen ganda, Sergei V. Skripal, dan putrinya, Yulia.

Keracunan Skripal di Salisbury, Inggris, mendorong lebih dari 20 negara untuk mengusir lebih dari 100 diplomat dan perwira intelijen Rusia, tindakan terkoordinasi terbesar yang pernah ada. Pejabat Inggris percaya bahwa peracunan Skripal adalah operasi yang sangat berisiko sehingga tidak mungkin dilakukan tanpa persetujuan dari Kremlin. Rusia sendiri membantah terlibat dalam keracunan itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya