Laba Bersih Emiten di BEI Tumbuh 23 Persen pada 2017

BEI mencatat total pendapatan ke-464 emiten ini naik 13,03 persen menjadi Rp 3.134 triliun pada 2017 dari periode 2016 sebesar Rp 2.772 triliun.

oleh Agustina Melani diperbarui 09 Apr 2018, 16:43 WIB
Pekerja tengah melintas di dekat papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Pada penutupan perdagangan saham, Jumat (29/12/2017), IHSG menguat 41,60 poin atau 0,66 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan laba bersih perusahaan yang mencatatkan saham (emiten) di BEI tumbuh double digit pada 2017. Hal itu dinilai ditopang dari kinerja emiten bank.

Berdasarkan data BEI, sebanyak 79,95 persen atau 371 emiten meraih laba bersih pada 2017 dari 464 emiten yang telah sampaikan laporan keuangan 2017. Tercatat hanya 93 perusahaan tercatat yang membukukan rugi bersih.

Dari jumlah itu, ada 280 perusahaan yang mencatatkan kenaikan laba bersih sepanjang 2017. Akan tetapi, terdapat 184 perusahaan yang mencatatkan penurunan laba bersih pada 2017. Sebanyak delapan perusahaan mencatatkan ekuitas negatif.

Total aset ke-464 perusahaan tercatat yang telah menyerahkan laporan tahunan 2017 naik 11,11 persen menjadi Rp 10.064 triliun pada 2017 dari periode 2016 sebesar Rp 9.057 triliun. Total ekuitas naik 12,45 persen menjadi Rp 2.869 triliun pada 2017 dari Rp 2.551 triliun pada 2016.

Total pendapatan ke-464 emiten ini naik 13,03 persen menjadi Rp 3.134 triliun pada 2017 dari periode 2016 sebesar Rp 2.772 triliun.

"Laba bersih emiten 2017 tumbuh 23,07 persen menjadi Rp 742,9 triliun dari periode 2016 sebesar Rp 603,6 triliun pada 2016. Itu dari 401 perusahaan,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat lewat pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Senin (9/4/2018).

Direktur PT Investa Saran Mandiri, Hans Kwee menuturkan, pertumbuhan kinerja laba bersih emiten di BEI pada 2017 ditopang kinerja bank. Hans menilai, pertumbuhan kinerja bank didorong dari kondisi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) membaik sehingga biaya cadangan berkurang. Hal tersebut meningkatkan laba bersih 2017. “Ekspansi kredit juga membaik pada 2017,” kata Hans, saat dihubungi Liputan6.com.

Hans menuturkan, pertumbuhan kinerja laba bersih 2018 masih tumbuh tapi tak sebaik 2017. Ia menilai, pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan jelang pemilihan presiden (Pilpres) akan topang pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut juga akan mendukung kinerja emiten pada 2018 karena daya beli masyarakat membaik.

Dari eksternal, harga komoditas membaik juga akan menopang kinerja emiten pada 2018. Akan tetapi, Hans menilai, potensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta kenaikan suku bunga bank sentral AS atau the Federal Reserve akan pengaruhi kondisi ekonomi Indonesia.

 


Investor Asing Jual Saham Sepanjang Kuartal I 2018

Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Karena hal tersebut, Jokowi memberi apresiasi kepada seluruh pelaku industri maupun otoritas pasar modal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, investor asing cenderung jual saham pada kuartal I 2018. Tercatat aksi jual investor asing capai Rp 22,80 triliun hingga 27 Maret 2018.

Kondisi tersebut berbeda pada kuartal I 2017. Investor asing beli saham mencapai Rp 7,53 triliun hingga 27 Maret 2017. Demikian mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu 28 Maret 2018.

Analis PT Bahana Sekuritas Henry Wibowo menuturkan, investor asing cenderung melepas saham-saham berkapitalisasi besar antara lain PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Investor asing selama ini juga cenderung memilih saham-saham berkapitalisasi besar untuk investasi di pasar saham Indonesia.

Salah satu sentimen pengaruhi tekanan jual tersebut, menurut Henry didorong nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ruiah melemah 0,27 persen hingga 14 Maret 2018.

“Rupiah sangat sensitif. Mereka (investor asing) khawatir rupiah berada di kisaran 14.000,” ujar Henry saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menuturkan, pelemahan rupiah tersebut didorong salah satunya dari sentimen global. Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin. Hal itu menarik aliran dana investor asing dari negara berkembang.

Sementara itu, Analis PT Indosurya Sekuritas, William Suryawijaya menuturkan, aksi jual saham oleh investor asing itu hal biasa. “Realisasi setelah sekian tahun investasi itu biasa,” kata William.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya