Bersejarah, Bangladesh Beranjak jadi Negara Berkembang pada 2018

Tahun 2018 ini, Bangladesh telah beranjak keluar dari daftar negara Least Developing Countries menuju status negara Developing Countries.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 09 Apr 2018, 17:35 WIB
Ilustrasi Bangladesh (AFP PHOTO via Dawn)

Liputan6.com, Jakarta - Empat puluh tujuh tahun sejak merdeka, Bangladesh kini telah beranjak keluar dari daftar negara Least Developing Countries atau terbelakang menuju status Developing Countries (negara berkembang), berdasarkan penilaian dan standarisasi tolak ukur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pada 17 Maret 2018, Committee for Development Policy (CDP) Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) menilai, Bangladesh telah memenuhi seluruh syarat yang diperlukan guna lulus dari Least Developing Countries atau LDC Graduation.

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi sebuah negara guna memenuhi kriteria kelulusan LDC Graduation menurut standarisasi PBB.

Pertama, Gross National Income (GNI) harus di atas US$ 1.230 per kapita. Kedua, Human Assets Index (HAI) harus di atas skor 66. Terakhir, Economic Vulnerability Index (EVI) harus mencapai skor setara atau di bawah 32.

Berdasarkan perhitungan CDP-PBB terbaru, Bangladesh telah memiliki GNI sekitar US$ 1.272 per kapita, HAI dengan skor 72,8; serta EVI dengan nilai 25.

"Sungguh hari yang bersejarah bagi kami, karena, dengan bangga saya umuman bahwa Bangladesh telah keluar dari daftar negara Least Developing Countries (LDP Graduation) dan mulai beranjak menjadi Developing Countries mulai tahun ini," kata Perwakilan Tetap Bangladesh di PBB, Duta Besar Masud Bin Momen seperti dilansir The Daily Star, 17 Maret 2018.

Pekerjaan Rumah yang Berat Menanti

Meski telah keluar dari daftar negara Least Developing Countries dan beranjak menjadi Developing Countries, pemerintah Bangladesh menegaskan bahwa pekerjaan rumah yang berat justru akan menanti Dhaka selama tiga sampai enam tahun ke depan.

"Bangladesh harus menjalani proses peninjauan triennial alias berkala pada tahun ketiga dan tahun keenam sejak dinyatakan keluar dari daftar Least Developing Countries," kata Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia, Azmar Kabir kala mengumumkan secara resmi pencapaian positif itu di Jakarta, Senin (9/4/2018).

"Selama enam tahun, Committee for Development Policy PBB akan memantau konsistensi pembangunan dan perkembangan di Bangladesh. Dan itu menjadi pekerjaan rumah bagi kami, memastikan agar seluruh proses pembangunan tetap menjadikan kami layak menyandang status sebagai negara Developing Countries," tambah Dubes Kabir.

Saat ini, Bangladesh memiliki Pemasukan Per Kapita sebesar US$ 1.610, dengan pertumbuhan PDB sebesar 7,28. Pertumbuhan ekspor negara beribu kota Dhaka itu mencapai US$ 34,8 miliar dengan nilai Foreign Domestic Investment mencapai US$ 2,33 miliar.

Meski begitu, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi ke depannya oleh negara yang saat ini duduk di peringkat ke-32 World Largest Economy itu.

Pertama adalah memastikan agar negara itu mampu kriteria penilaian Developing Countries atau DC Graduation pada 2024 -- atau enam tahun sejak LDP Graduations.

Dalam prosesnya, Bangladesh juga harus mempersiapkan diri guna mengantisipasi kehilangan nilai ekspor sebesar US$ 2,7 miliar setiap tahunnya akibat persaingan produk dan komoditas negara tersebut dengan negara lain di pasar global.

Belum lagi tarif besar pada sejumlah negara dan kawasan langganan ekspor Bangladesh di Asia Tenggara, Amerika Utara, dan Uni Eropa. Serta, pelunasan hutang internasional guna proyek pembangunan di dalam negeri.

"Memang tak mudah mengingat banyaknya tantangan yang kami hadapi ke depan. Tapi Bangladesh optimis mampu melewati dengan baik proses peninjauan itu untuk tahun-tahun ke-depan," kata Dubes Bangladesh untuk Indonesia tersebut.

 

Saksikan Juga Video Berikut Ini:


Kata Pengamat

Ilustrasi Bangladesh (AFP PHOTO)

Seperti dikutip dari The Daily Star pada 9 April, Centre for Policy Dialogue (CPD) -- lembaga think-tank berbasis di Dhaka -- mengatakan bahwa Bangladesh harus berhati-hati atas pencapaian itu. Mengingat, proses beranjaknya Bangladesh menjadi negara berkembang terjadi di tengah konstelasi global yang penuh dengan tantangan dan krisis.

"Bangladesh harus bersiap berhadapan dengan konservatisme, proteksionisme, ekstremisme, krisis pengungsi, dan berbagai bentuk konfrontasi global," kata Fahmida Khatun, Direktur Eksekutif CPD.

"Bangladesh juga harus berkomitmen mencapai target Sustainable Development Goals (SDG) 2030, di mana semua negara hendak mencapai sasaran itu. Jika terimplementasi dengan baik, keberhasilan Bangladesh mencapai target-target SDG akan memuluskan langkah mereka benar-benar keluar dari LDC dan menjadi Developing Countries," lanjutnya.

Sementara itu, Selim Raihan, Profesor Departemen Ekonomi Universitas Dhaka, mengatakan bahwa merengkuh sejumlah besar target SDG 2030 adalah sebuah hal yang mutlak.

"Mencapai target SDG yang kaku pada tahun 2030 akan menjadi tugas yang sangat besar bagi Bangladesh. Skenario global dan regional yang berubah juga tampaknya jauh lebih menantang," kata Raihan seperti dikutip dari The Daily Star.

"Semua itu menunjukkan bahwa Bangladesh harus melakukan beberapa upaya luar biasa dalam proses pembangunan ekonomi dan sosialnya di masa yang akan datang," lanjut sang profesor.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya