Mark Zuckerberg Minta Maaf Seputar Skandal Facebook di Depan Kongres AS

Bos Facebook, Mark Zuckerberg, mengutarakan meminta maaf seputar keterlibatan sosial media yang ia kelola dalam skandal eksploitasi data Cambridge Analytica.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 10 Apr 2018, 16:29 WIB
CEO Facebook Mark Zuckerberg (AP Photo/Jeff Chiu) (AP Photo/Paul Sakuma, File)

Liputan6.com, Washington DC - Bos Facebook, Mark Zuckerberg, meminta maaf seputar keterlibatan sosial media yang ia kelola dalam skandal eksploitasi data Cambridge Analytica.

Zuckerberg menyampaikan permintaan maaf itu dalam testimoni tertulis yang ia siapkan untuk menghadap kepada Kongres Amerika Serikat, yang menurut jadwal, akan berlangsung dua kali pada pekan ini. Demikian seperti dikutip dari media Kanada The Toronto Star (10/4/2018).

"Itu (skandal Facebook - Cambridge Analytica) adalah kesalahan saya dan saya minta maaf," kata Zuckerberg dalam testimoninya yang dirilis oleh Kongres AS awal pekan ini.

Ia dijadwalkan bertemu dengan salah satu komisi Kongres AS pada Senin 9 April 2018 waktu setempat.

Alumni Harvard University itu juga menyampaikan bahwa perusahaannya tidak cukup melindungi informasi para pengguna dan menjaga keberlangsungan demokrasi.

"Jelas bahwa kami tidak melakukan langkah dan mekanisme yang cukup untuk mencegah hal-hal semacam itu digunakan untuk maksud yang berbahaya, mencakup berita palsu, campur tangan asing dalam pemilu, pidato kebencian, dan privasi data," lanjut Zuckerberg.

"Kami tak berpandangan luas tentang tanggung jawab kami, dan itu adalah kesalahan yang sangat besar," tambah sang CEO Facebook.

Sekitar 87 juta akun pengguna Facebook menjadi korban eksploitasi data yang dilakukan oleh firma 'Big Data' asal Inggris, Cambridge Analytica.

Facebook dituduh membiarkan -- bahkan dituding dengan sengaja mengizinkan serta memfasilitasi -- eksploitasi data yang dilakukan oleh Cambridge Analytica.

Firma itu kemudian mengolah dan menganalisis data tersebut demi keuntungan klien mereka -- termasuk mempengaruhi Pilpres AS 2016 yang berujung pada kemenangan Donald Trump sebagai presiden, pencemaran Kandidat Presiden AS Hillary Clinton, dan animo referendum rakyat Inggris yang berujung pada keluarnya Inggris dari Uni Eropa alias Brexit.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Berkaitan dengan Rusia

Kantor Cambridge Analytica di London, Inggris (Kirsty O’Connor/PA via AP PHOTO)

Mark Zuckerberg, dalam testimoninya, juga memintaa maaf karena "Terlalu lama mendeteksi dan bertindak atas campur tangan Rusia" dalam Pilpres AS 2016. Facebook dituduh menjadi platform media sosial yang digunakan oleh entitas Rusia guna mencampuri dinamika pemilu dua tahun lalu -- yang populer disebut dengan nama 'Russian Meddling'.

"Apa yang kami temukan adalah bahwa para aktor jahat telah menggunakan jaringan terkoordinasi dari akun palsu untuk ikut campur dalam pemilihan; mempromosikan atau menyerang calon tertentu, menciptakan ketidakpercayaan dalam institusi politik, atau hanya menyebarkan kebingungan. Beberapa aktor buruk ini juga menggunakan alat iklan kami," kata Zuckerberg.

Dalam beberapa bulan terakhir Facebook telah mengumumkan beberapa langkah yang ditujukan untuk meningkatkan privasi dan transparansi para penggunanya di sekitar iklan politik yang terpampang di dalam media sosial tersebut.

Facebook juga mengatakan pada hari Senin akan memberikan akses kepada para peneliti akademis tertentu untuk perangkat data yang dilindungi privasi.

Para periset akan mempelajari peran media sosial dalam pemilu, sebagai bagian dari inisiatif baru dengan organisasi nirlaba termasuk, Knight Foundation, Democracy Fund dan the Laura and John Arnold Foundation.

Saat ini, Facebook tengah menghadapi berbagai pemeriksaan di Inggris, AS, dan Kanada. Beberapa negara lain juga tengah meninjau seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh skandal Facebook - Cambridge Analytica.

Di sisi lain, dalam testimoninya, Zuckerberg mengatakan bahwa ia dan perusahaannya berkomitmen untuk bekerja dengan anggota parlemen dan menjaga proses demokrasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya