Liputan6.com, Jakarta - Rina Emilda tak menyerah menanti keadilan bagi suaminya, Novel Baswedan. Meski, ia sesungguhnya lelah.
Sudah setahun berlalu, tapi pelaku yang menyiramkan air keras ke wajah penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut masih misterius. Tabir kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan terlalu tebal, lagi gelap.
"Harapannya pelakunya terungkap. Ini sudah setahun belum ada kemajuan," kata perempuan berjilbab itu kepada Liputan6.com, Selasa (10/4/2018).
Baca Juga
Advertisement
Rina tak butuh bantuan "orang pintar" untuk mengungkap kasus itu. Ia tak percaya hal-hal magis. Yang ditunggu perempuan tersebut adalah kepastian dari aparat penegak hukum, terutama kepolisian.
"Yang dibutuhkan sekarang adalah penegakan hukum. Jangan sampai negara abai terhadap teror air keras yang menimpa aparatnya," ucap dia. Rina juga berharap penyerang suaminya segera menyerahkan diri. Karena, ibu lima anak itu menambahkan, perbuatan zalim pasti ada hukumannya, entah di dunia atau akhirat.
Novel Baswedan diserang pada 11 April 2017, tepat setahun yang lalu, di dekat rumahnya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kala itu, ia baru pulang usai menunaikan salat Subuh di masjid. Siraman air keras membuat dua matanya cedera parah.
Kepada sang istri, pria kelahiran Semarang itu menceritakan soal siapa-siapa saja yang ia duga sebagai pelaku dan otak penyerangnya.
Namun, menurut Rina, Novel mengatakan, mereka tak akan tertangkap. Diduga ada keterlibatan "orang besar" di balik skenario penyerangan pagi buta itu.
"Dari awal Pak Novel sudah cerita kalau pelakunya tidak akan ditangkap. Dan buktinya, sudah setahun belum ditangkap," ungkap istri Novel Baswedan itu.
Pada 25 Februari 2018 siang, Novel Baswedan berbincang dengan Liputan6.com di rumahnya di jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Salah satu yang dibahas adalah dugaan keterlibatan "orang besar" dalam penyerangannya.
Novel juga hanya bergumam ketika ditanya siapa Jenderal yang terlibat. Malah dia mengaku belum mengetahui persis soal siapa yang tega membuat mata kirinya buta saat ini.
"Hmmm, siapa? Ada jenderal? Ah, bisa saja situ," ujar Novel Baswedan.
Polisi: Bukan Berarti Kami Tak Kerja
Sudah setahun berlalu, polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Saat ditanya soal perkembangan penyelidikan, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, sampai saat ini tim yang dibentuk dari Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri terus bekerja keras untuk mengungkap kasus tersebut.
Soal perkembangannya sampai di mana, dia mengaku belum ada laporan terbaru. "Saya belum dapat laporan lagi," kata Setyo di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Selasa (10/4/2018).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menambahkan, anggotanya masih mencari pelaku dan mencari saksi dalam kasus penyerangan Novel Baswedan. Menurut dia, kasus ini tak mandek. "Ada perkembangannya," kata dia di Polda Metro Jaya, Selasa lepas siang.
Perkembangannya, antara lain ada hotline dan saksi tambahan. Dia menjelaskan, setiap mendapatkan informasi perkembangan, Kapolda Metro Jaya pasti menyampaikannya ke pimpinan Polri dan KPK.
Menurut Argo, dengan lama terungkapnya kasus ini, bukan berarti kepolisian tidak bekerja. Dia mengklaim, ada kasus yang terungkap cepat, tapi ada juga yang memakan waktu.
"Ya, seperti ada beberapa kasus yang di Jakarta, ada yang tiga tahun, ada yang dua tahun. Ada yang hitungan bulan, kita tunggu saja yang terpenting bahwa komitmen Polda Metro Jaya, kita masih mencari pelakunya," kata Argo.
Butuh Tim Gabungan Pencari Fakta?
Pada Rabu siang, 11 April 2018, Novel Baswedan akan mendatangi gedung KPK. Bukan untuk kembali bekerja menyikat koruptor. Ia bakal hadir dalam diskusi terkait satu tahun peristiwa penyerangan terhadapnya.
Entah apa yang akan diungkapkan pria 40 tahun itu...
Sementara, saat dikonfirmasi, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pihaknya belum mendapatkan informasi terbaru mengenai penanganan kasus Novel Baswedan di kepolisian.
"Saya belum dapat update-nya, belum ada laporan ke pimpinan, kita tunggu dulu ya, apa ada perkembangan baru. Yang pasti tim KPK dan Polri terus berkoordinasi," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (10/4/2018).
Sejumlah pihak mendesak pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menguak tuntas kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Namun, Saut Situmorang mengaku mendukung pengungkapan kasus Novel oleh kepolisian. Ia berharap pelaku segera dibekuk.
Sebab, kasus penyerangan Novel merupakan peristiwa pidana dan hukum, maka harus dengan cara hukum pula dalam penanganannya.
"Kita dukung saja Polri, kalau ada info bisa dibagikan, jangan bentuk birokrasi baru. Itu pikiran saya pribadi, bukan pendapat KPK secara keseluruhan," kata Saut.
Sementara, Wakil Ketua KPK Laode Syarif menegaskan, belum ada perkembangan signifikan yang didapatkan KPK dari Polda Metro Jaya.
"KPK hanya memberikan bantuan informasi, tapi tidak melakukan penyidikan. KPK sangat-sangat berharap Polri segera menemukan penyerangnya agar kasus ini tidak berulang-tahun," kata Laode kepada Liputan6.com.
Laode berpendapat, semua usulan dan upaya yang dilakukan oleh masyarakat Sipil dan Komnas HAM, termasuk usulan membentuk TGPF untuk membantu Polri dalam menemukan pelaku yang menyerang Novel Baswedan, perlu didukung.
Dibantu Penyidik KPK
Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan, penyidik terus berkoordinasi dengan KPK terkait kasus penyerangan Novel Baswedan. KPK bahkan telah menerjunkan penyidik yang andal untuk membantu mengungkap kasus tersebut.
"Jadi, ada beberapa penyidik andal dari KPK yang sudah ditugaskan untuk membantu kasus ini. Artinya kami tidak main-main. Kami kerja keras untuk ini," ujar Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 9 April 2018.
Hanya saja, dia tidak menjelaskan lebih rinci mengenai peran penyidik KPK yang dilibatkan dalam pengungkapan kasus tersebut. Dia juga belum mengungkapkan sejauh mana perkembangan penyidikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.
"Sampai hari ini saya belum berdiskusi dengan penyidik. Yang jelas, hari demi hari, tim yang dibentuk itu sudah bekerja. Doakan saja cepat terungkap," kata Iqbal.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga belum memutuskan soal pembentukan TGPF untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.
"Waktu itu Pak Presiden memanggil Pak Kapolri sebelum memutuskan apakah dibentuk (TGPF) atau tidak, dia ingin mendengarkan Pak Kapolri progresnya seperti apa," kata Johan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/4/2018).
Johan mengaku Presiden telah meminta laporan perkembangan kasus Novel Baswedan kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Hanya saja, Johan belum mengetahui apa langkah Presiden Jokowi untuk pengungkapan kasus Novel Baswedan tersebut.
"(Komunikasi Presiden dengan Kapolri) Sudah. Tapi saya belum nanya lagi ke Pak Presiden soal itu," ucap Johan.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, tim khusus yang dibentuk pihaknya masih mendalami kasus Novel Baswedan. Berbagai informasi telah didapatkan.
"Banyak yang didapat, namun memang ada beberapa yang belum didapat dan klarifikasi. Tahapan proses kami pelajari, baik prosedur maupun substansi," kata Choirul kepada Liputan6.com.
"Kami berharap, temuan-temuan ini memberikan jalan terang bagi keadian korban," kata dia.
Dia mengatakan, belum bisa menyampaikan temuan-temuan dari Komnas HAM. "Namun sampai saat ini prosesnya menarik. Dan mengingatkan pada pengungkapan kasus Munir," kata dia.
Advertisement
Apa Susahnya?
Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Ganjar Laksamana Bondan menilai, kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan bukanlah kasus yang sulit. Sebab, banyak kasus lain yang lebih sulit ditangani polisi.
"Jangankan kalau gelap, gelap gulita sudah lama terjadi bisa terungkap. Orangnya sudah meninggal dunia bisa diungkap sama polisi," kata dia kepada Liputan6.com.
Dia pun yakin polisi bisa memecahkan kasus ini. Caranya, polisi harus mengerahkan kemampuannya sebaik mungkin.
Selain itu, menurut dia, publik bisa menolong polisi untuk mengungkap kasus ini. Namun, mereka harus membuka perkembangan sejauh mana itu. Kalau perlu sampaikan kendala teknisnya apa.
"Supaya kita publik bisa bantu. Polisi harus transparan, sebutkan apa kendalanya. Apa kendalanya ada di buktinya, ada di prosesnya, atau di mananya nanti kan kita bisa bantu, publik bisa menilai," kata dia.
Ganjar menilai, dengan pembentukan TGPF, kewenangan polisi menangani kasus justru terbatas. Sebab, TGPF sifatnya ad hoc atau dibentuk untuk satu tujuan tertentu saja. Di dalam TGPF pun ada orang-orang yang punya kewenangan dan tidak.
"Kalau TGPF nanti bagaimana, saya sih dukung-dukung saja, tapi kalau mau bikin TGPF musti lengkap semua kewenangannya, sarananya," kata dia.
Sementara itu, Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan, kasus penyerangan dan perampokan yang ditangani Polri biasanya dikerjakan dengan cepat. Namun untuk lamanya kasus Novel, komitmen Polri pun dipertanyakan.
"Kalau dilihat dari kerjanya kepolisian, ini sebenarnya bukan contoh yang buruk, tapi juga menunjukkan jangan-jangan kepolisian tidak mau menuntaskan kasus ini. Karena satu tahun itu waktu yang lama untuk sebuah tindak pidana yang bersifat umum," kata Lalola Easter kepada Liputan6.com.
Karena itu, ICW mendorong Presiden Jokowi membentuk TGPF. Tim masih sangat diperlukan dan justru semakin relevan karena kasus Novel butuh kepastian.
"Ini kan sebenarnya meresahkan publik, orang yang melakukan penyerangan itu, polisi tidak bisa mengungkapkan. Ini kan secara tidak langsung mengancam keamanan juga," kata dia.
Dia pun membandingkan kesulitan kasus Novel ini dengan kasus lain yang pengungkapannya cepat. Antara lain, perampokan di Pulo Mas dan kasus penyerangan dosen ITB.
"Makanya tidak usah lagi mengharapkan, karena rasanya polisi tidak mempunyai iktikad baik untuk menuntaskan perkara Novel. Sekarang bolanya ada di presiden. Presiden punya iktikad baik nggak untuk mengungkap perkara ini. Caranya ya bentuk aja TGPF," kata dia.
Pembentukan TGPF ini kata dia, melalui Kepres atau bisa melakui SK Presiden. "Kalau sudah seperti itu kan tidak ada lagi dasar buat orang misalnya kepolisian keberatan. Mandatnya dari presiden," kata dia.
Sudah Diduga Bakal Lama
Bahwa penanganan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan tak akan lancar, penuh aral melintang, sudah diperkirakan oleh Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.
Menurutnya, sejak awal, kasus tersebut diperkurakan akan mengalami gangguan. Karena itulah, dia meminta kepada Presiden Jokowi untuk membuat TGPF agar pelakunya terungkap.
"Komitmen tinggi dari Pak Presiden untuk menuntaskan kasus ini sesegera mungkin. Kenapa? karena kalau beliau tidak menuntaskan kasus ini bukan tidak mungkin akan berdampak politik bagi Pak Jokowi," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa, 10 April 2018.
Dia berharap, kasus ini bisa diungkap siapa pelakunya, aktornya, dan apa motif di belakang penyerangan. Sebab, kasus ini bukan penyerangan terhadap Novel secara pribadi tapi penyerangan terhadap agenda pemberantasan korupsi.
"Terus terang kami ragu polisi mau menuntaskan kasus ini, kami berharap selain pada Allah SWT, ya Presiden membantu mengungkap kasus ini," kata dia.
Dahnil mengatakan, Novel selalu mengatakan bukan mencari keadilan untuk dirinya, tapi dia mencari keadilan agar pemberantasan korupsi berjalan dengan baik dan bebas dari teror.
Dia menambahkan, Novel saat ini fokus pada proses penyembuhan proses operasi. Dia menambahkan, Novel segera kembali ke KPK ketika proses recovery-nya berjalan baik.
Sudah setahun tanda tanya besar itu tak kunjung terjawab.
Kala itu, Selasa, 11 April 2017, seperti biasanya Novel Baswedan menunaikan salat subuh berjamaah di Masjid Al Ihsan Kelapa Gading, Jakarta Utara yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.
Lepas subuh, Novel yang sedang berjalan kaki sendirian dari masjid di kompleks rumahnya, menjadi target penyerangan. Dua orang yang berboncengan sepeda motor menyiramkan air keras ke wajahnya. Cairan asam pekat tersebut mengenai bagian mata.
Sakitnya bukan kepalang. Menurut Novel, rasanya seperti bola mata dicabut paksa dari akarnya.
Operasi demi operasi dijalani Novel Baswedan hingga ke Singapura. Dia kini sudah pulang ke Tanah Air setelah menjalani operasi terakhirnya di bagian mata kiri.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dari keterangan dokter di Singapura, Novel Baswedan sudah diizinkan pulang dan menjalani rawat jalan di Indonesia. Kendati begitu, dokter mengingatkan Novel agar terus menggunakan obat tetes mata.
"Menurut dokter kemarin (Rabu), Novel sudah bisa pulang dan dilakukan rawat jalan. Obat tetes mata masih harus terus digunakan," kata Febri saat dikonfirmasi, Kamis 5 April 2018.
Menurut Febri, setelah operasi tahap kedua, kondisi mata kiri mantan Kasatgas e-KTP itu terus berangsur membaik. Bahkan, Novel sudah dapat melihat dan mengenali huruf dalam jarak dekat tanpa menggunakan lensa mata melainkan kacamata.
Advertisement