Pemerintah Ingin Konsumsi Premium Kembali Normal

Kementerian ESDM menyatakan, konsumsi Premium di Jawa, Madura dan Bali mencapai 774.435 kiloliter hingga 27 Maret 2018.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 10 Apr 2018, 19:31 WIB
Pemotor mengisi BBM di SPBU Pertamina, Jakarta, Kamis (15/6). Mulai tanggal 18 Juni-24 Juli, harga Pertamax menjadi Rp.8000 8000 yang berlaku di SPBU bertanda khusus yang tersebar di jalur mudik. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ingin konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium kembali normal. Saat ini konsumsi turun sebesar 50 persen dibanding tahun lalu. 

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengatakan, konsumsi Premium Jawa, Madura dan Bali (Jamali) sebesar 774.435 kilo liter (kl) hingga 27 Maret 2018. Sementara itu, di luar Jamali 1,3 juta kl. Sedangkan 2017 konsumsi Premium Jamali 1,5 juta kl dan di luar Jamali 2 juta kl.

‎"Jamali 50 persen turunnya, non jamali 35‎ pesen," kata Djoko, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (10/4/2018).

Djoko pengatakan, Kementerian ESDM ingin konsumsi Premium kembali normal seperti tahun lal‎u. Dengan begitu tidak terjadi kelangkaan Premium seperti yang terjadi saat ini. "Justru itu, coba kita samakan kaya tahun lalu biar tidak ada kelangkaan," ucap Djoko.

Djoko melanjutkan, pemerintah ingin masyarakat beralih ke Pertalite. Namun, seharusnya Pertamina tetap menyediakan Premium sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ingin kembali beralih ke Premium akibat kenaikan harga.

"Kita mau ada konversi ke Pertalite, cuma karena harga minyak dunia naik Pertalite naik. Masyarakat mau kembali ke premium ya sudah kita salurkan premium. Toh stoknya masih ada," ujar dia.

 


Pertamina Beberkan Penyebab Sulitnya Pasok Premium

Antrean pemotor saat mengisi BBM di SPBU Pertamina, Jakarta, Kamis (15/6). Selama musim mudik Pertamina menurunkan harga Pertamax menjadi Rp.8000 yang berlaku di SPBU bertanda khusus yang tersebar di jalur mudik. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengungkapkan alasan yang menyebabkan masyarakat sulit mendapatkan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium. Pertamina membantah bahwa perusahaan membatasi penjualan Premium. 

Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar mengatakan, selisih harga Premium dengan Pertalite di bawah Rp 1.000 per liter saat produk Pertalite pertama kali diluncurkan. Dengan selisih tersebut, masyarakat banyak yang berbondong-bondong beralih ke Pertalite.

Namun, kenaikan harga minyak dunia sepanjang 2017 yang berlanjut ke 2018 memaksa Pertamina menaikkan harga Pertalite. Sepanjang Januari sampai Maret 2018, kenaikan harga Pertalite mencapai Rp 300 per liter.

Kenaikan harga Pertalite tersebut membuat harga Premium dengan Pertalite semakin jauh. Masyarakat pun beralih mengkonsumsi Premium kembali.

"Itu kembali ke aspek market, waktu harga rendah orang geser ke sana (Pertalite) semua, sehingga laku ke Pertalite semua. Tiba-tiba Premium ditahan (harganya) Pertalite naik. Akhirnya orang kembali ke Premium," kata Iskandar, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (10/4/2018).

Iskandar melanjutkan, saat konsumsi Premium naik, pasokan SPBU belum disesuaikan dengan realisasi konsumsi yang ada. Kondisi ini mengesankan Pertamina menjatah pasokan Premium.

"Seperti Pak Menteri kunjungan ke Jawa Timur, SPBU dipasok empat hari sekali. Karena memang perilaku seperti itu (saat konsumsi Pertalite tinggi) Premium baru habis dikirim. Karena sudah geser ke Pertalite. Sekarang naik lagi (Premiumnya) sekarang sudah ditambah lagi," ucapnya.

Menurut Iskandar, saat ini Pertamina mulai mengembalikan pola pasokan Premium ke SPBU, menyesuaikan dengan realisasi konsumsi masyarakat‎, agar tidak terjadi lagi kekurangan pasokan.

"Kemarin gap tinggi, akhirnya pola itu enggak bisa serta-merta balik‎," tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya