Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI, Dino Patti Djalal berargumen bahwa Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Indonesia, serta ASEAN berpotensi besar memiliki peranan penting bagi Korea Utara, termasuk dalam proses rekonsiliasi dan perdamaian Korut - Korea Selatan.
Gagasan itu dirumuskan oleh Dino usai dirinya memimpin sejumlah delegasi non-pemerintah dari negara Asia Pasifik untuk melaksanakan kunjungan ke Pyongyang guna berdialog dengan berbagai pejabat Korea Utara pada 3 - 7 April 2018.
"Saya pikir, jika ada orang Indonesia yang secara spesifik akan diterima terbuka oleh Korea Utara, itu adalah Ibu Megawati Soekarnoputri," kata Dino di kantor firma think-tank Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) Jakarta, Selasa (10/4/2018).
Baca Juga
Advertisement
"Korea Utara sangat menghormati Ibu Mega, mengingat beliau adalah anak Presiden Sukarno," lanjut pria pendiri FPCI tersebut.
Ada sejumlah faktor historis-nostalgia yang melatarbelakangi Korea Utara menaruh penghormatan yang besar terhadap Megawati.
Dino menjelaskan, pada tahun 1965, Pemimpin Tertinggi Korea Utara saat itu, Kim Il-sung pernah bertandang ke Jakarta dan bertemu dengan Presiden Sukarno.
Bahkan, menurut Dino yang mengutip pejabat Korea Utara, Indonesia menjadi satu-satunya negara di mana Kim Il-sung datang berkunjung sekaligus membawa anaknya, Kim Jong-il -- yang kemudian menjadi Pemimpin Tertinggi ke-2 dalam sejarah DPRK (nama resmi Korut).
"Nostalgia itu selalu disinggung oleh para pejabat Korea Utara saat kami berdialog," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Dubes RI di Amerika Serikat.
Dan, menurut Dino, faktor historis-nostalgia itu merupakan celah bagi Indonesia jika ingin melakukan kontribusi diplomasi terhadap perdamaian Korea Utara -- Korea Selatan.
"Itu suatu kemungkinan yang kreatif dan positif. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa Korea Utara menganggap Indonesia ... serta membuka celah diplomasi bagi kita," jelas sang mantan Wamenlu RI.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Peran Indonesia dan ASEAN
Indonesia dan ASEAN, ujar Dino, juga berpotensi besar memiliki peranan penting dalam proses rekonsiliasi dan perdamaian Korea Utara - Korea Selatan.
"Dulu kan sempat ada Six Party Talks antara Utara, Selatan, China, Rusia, Amerika Serikat, dan Jepang. Kalau dialog semacam itu dilakukan lagi, saya rasa harus ada pihak ketujuh, yakni ASEAN," kata Dino di kantor firma think-tank Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) Jakarta, Selasa 10 April 2018.
Six Party Talks terselenggara selama enam babak dalam periode tahun 2003 - 2007 guna membahas upaya perlucutan persenjataan nuklir Korea Utara, menyusul penarikan diri negara itu dari Pakta Perlucutan Nuklir NPT pada 2003.
Namun, Korea Utara menarik diri dari Six Party Talks pada 2009. Sejak itu, negara beribu kota Pyongyang tersebut terus melanjutkan program pengembangan persenjataan nuklir.
Kini, menurut Dino, jika Six Party Talks kembali terlaksana, dialog itu harus dilakukan dengan atmosfer yang berbeda. Termasuk, salah satunya, dengan melibatkan ASEAN.
Dino mengatakan, ada beberapa alasan yang menyebabkan ASEAN memiliki kontribusi penting bagi Korea Utara, termasuk proses dialog damai Korea Utara - Korea Selatan.
"Kontribusi ASEAN -- di mana Indonesia merupakan motor penggerak utama organisasi tersebut -- mampu memberikan keseimbangan dan kontribusi yang signifikan demi mengubah proses dinamika dialog yang telah terjadi selama ini," ujarnya.
"Korea Utara juga menyatakan ingin memiliki hubungan baik dengan ASEAN," tambahnya.
Mantan Wamenlu RI itu melanjutkan, ASEAN punya dan harus menjadi sentralitas dalam isu Korea Utara. Meski selama ini, organisasi multilateral itu hanya memantau dari kejauhan dan tak melakukan dialog seputar resolusi konflik.
ASEAN juga tak punya beban untuk melakukan diplomasi dengan Korea Utara, tak seperti negara lain yang pernah tergabung dalam Six Party Talks.
Selain itu, negara-negara di ASEAN juga punya kedekatan yang intrinsik dengan Korea Utara. Karena, beberapa di antara negara ASEAN ada yang menerapkan sistem pemerintahan sosialis-komunis seperti Vietnam atau kedekatan historis-nostalgia seperti dengan Indonesia.
"ASEAN juga punya daya tawar yang kuat bagi Korea Utara, untuk menjadi sosok 'selain China' -- yang mana Korea Utara sangat dekat dan bergantung dengan mereka," jelas mantan Dubes RI untuk AS itu.
Advertisement