Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak melonjak lebih dari 3 persen pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga minyak karena investor percaya diri Amerika Serikat (AS) dan China bisa segera menyelesaikan sengketa perdagangan tanpa merusak ekonomi global.
Sementara, ketegangan di Timur Tengah dan pelemahan dolar AS ikut mendukung penguatan harga minyak.
Baca Juga
Advertisement
Mengutip Reuters, Rabu (11/4/2018), harga minyak Brent berjangka yang menjadi patokan global naik USD 2,39, atau 3,5 persen menjadi USD 71,04 per barel. Ini merupakan persentase kenaikan harian terbesar sejak September.
Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate naik 3,3 persen atau USD 2,09 dan menetap di USD 65,51 per barel.
Presiden Blue Line Futures di Chicago, AS, Bill Baruch, mengatakan bahwa perdagangan pada Selasa ini merupakan perdagangan yang cukup menggembirakan.
"Kekhawatiran perang dagang mereda dan pelemahan dolar AS menjadi tenaga bagi harga minyak," jelas dia.
Presiden China Xi Jinping pada Selasa kemarin menyatakan bahwa China akan lebih terbuka dengan menurunkan tarif impor terhadap barang-barang AS.
Ketegangan Timur Tengah
Analis RJO Futures Chicago, AS, Phillip Streible, mengatakan bahwa Ketegangan di Timur Tengah juga mendukung harga minyak.
Presiden AS Donald Trump berjanji akan memberikan tanggapan yang cepat terhadap dugaan serangan kimia di Suriah. Tanggapan ini memberikan dorongan kepada AS untuk keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran.
Kemungkinan besar, dengan keluarnya AS dari kesepakatan nuklir dengan Iran ini akan memberikan dampak negatif sehingga mendorong harga minyak.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement