Liputan6.com, Jakarta - Seperti kebanyakan penyedia layanan internet, Facebook selalu membuat platform-nya gratis untuk pengguna. Meski gratis, Facebook mendapatkan keuntungan dari iklan tertarget (targeted ads).
Namun demikian, tingginya kesadaran akan pengumpulan data pribadi membuat sejumlah pengguna bersedia membayar untuk menikmati layanan Facebook yang bebas iklan. CEO Facebook Mark Zuckerberg menolak gagasan ini secara halus.
Mengutip The Verge, Rabu (11/4/2018), dalam testimoninya di depan parlemen Amerika Serikat (AS), Zuckerberg hanya mengatakan terbuka terhadap kemungkinan versi berbayar dari Facebook.
Baca Juga
Advertisement
Senator Orrin Hatch yang sempat bertemu dengan Zuckerberg pada 2010 menanyakan kepada Zuck dalam rapat dengar pendapat terkait penyalahgunaan data Facebook oleh Cambridge Analytica.
"Anda mengatakan saat itu bahwa Facebook akan selalu gratis. Apakah itu masih tujuan Anda?" tanya Hatch.
Zuckerberg pun memberikan jawaban. "Ya, senator. Akan selalu ada versi gratis dari Facebook. Ini adalah misi kami untuk membantu menghubungkan siapa pun di seluruh dunia dan mendekatkan dunia kepada setiap orang," kata Zuckerberg.
"Untuk melakukannya, kami percaya, kami perlu menghadirkan layanan yang bisa dijangkau oleh semua orang," kata Zuckerberg melanjutkan jawabannya.
Dengan tetap menghadirkan versi gratis Facebook, tampaknya pemilik platform Instagram dan WhatsApp ini menyingkirkan ide kehadiran Facebook berbayar untuk menghindari pengumpulan data pengguna dan iklan tertarget seperti yang disarankan oleh banyak orang.
Sebelumnya saat Chief Operational Officer Facebook Sheryl Shandberg ditanya tentang opsi layanan Facebook berbayar, dirinya memberikan jawaban ambigu.
"Dapatkah Anda menghadirkan tool yang mengatakan, 'saya tidak ingin Facebook memakai data pribadi saya untuk iklan tertarget," tanya seseorang pada Shandberg.
Sandberg pun memberikan jawaban, "Kami memiliki berbagai pilihan, kami tidak memiliki pilihan di level tertinggi, yakni opsi produk berbayar."
Dipanggil Parlemen AS
Skandal penyalahgunaan data 87 juta pengguna berujung dengan dipanggilnya CEO Facebook, Mark Zuckerberg, ke Capitol Hill di Washington, DC.
Dihadapan para senator yang hadir, Zuckerberg langsung diberondong berbagai macam pertanyaan selama lima jam terkait privasi dan penggunaan data Facebook.
Pria yang akrab dipanggil Zuck ini terlihat terbata-bata dan gugup menjawab berbagai macam pertanyaan, mulai dari 87 juta data pengguna yang bocor hingga pertanggung jawaban Facebook tentang hal tersebut.
Dalam kesaksiannya, Zuckerberg mengungkapkan bahwa perusahaannya sedang bekerja sama dengan penasihat khusus menyoal kabar penyalahgunaan data dan campur tangan pihak Rusia dalam kampanye presiden 2016.
"Saya yang pertama mengakui, kami tidak mengambil pandangan yang luas terlepas tanggung jawab kami sebagai penyedia platform dan data-data pribadi pengguna," ucap suami Priscilla Chan ini.
Zuckerberg pun tampak menyesal dan mengakui kesalahannya untuk tidak memberitahu ke pengguna Facebook lebih cepat atas kasus penyalahgunaan data ini.
"Itu adalah kesalahan dan mengetahui apa yang kita ketahui sekarang, kita seharusnya menangani banyak hal secara berbeda," kata Zuckerberg yang dikutip dari Forbes, Rabu (11/4/2018).
Advertisement
87 Juta Data Pengguna Facebook Disalahgunakan
Baru-baru ini, perusahaan milik Mark Zuckerberg itu mengungkap jumlah data pengguna negara mana saja yang bocor.
Dalam keterangan resminya, perusahaan mengungkap informasi dari 87 juta pengguna disalahgunakan oleh perusahaan konsultan politik, Cambridge Analytica.
Dari data yang diungkap oleh Mike Schroepfer selaku Chief Technology Officer Facebook, penyalahgunaan data Facebook di Amerika Serikat (AS) mencapai angka 70,6 juta akun.
Selanjutnya, Filipina dengan 1,2 juta akun pengguna Facebook dan Indonesia dengan kisaran angka di 1 juta akun pengguna.
Selain tiga negara yang disebutkan di atas, negara seperti Inggris, Meksiko, Kanada, India, Brasil, Vietnam, dan Australia pun ikut menjadi korban.
(Tin/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: