Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia berharap Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia bisa melampaui standar kompetensi yang berlaku di dunia kerja saat ini. Tujuannya, SDM Indonesia benar-benar bisa bersaing dengan SDM negara lain.
"Karena kalau standar-standar saja, bisa menang, bisa kalah. Untuk bisa memastikan menang, ya harus di atas standar," ujar Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker), M. Hanif Dhakiri, saat menyampaikan keynote speech dalam acara Diskusi Publik Forum Kebijakan Ketenagakerjaan (FKK) di Auditorium CSIS, Jakarta, Rabu (11/4/2018).
Advertisement
Guna mencapai tujuan tersebut, ia mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat kompetensi SDM Indonesia melalui beberapa cara. Pertama, penguatan akses serta mutu pelatihan vokasi dan re-training. Menurut Hanif, usaha ini dilakukan mengingat angkatan kerja Indonesia saat ini masih didominasi oleh lulusan SD-SMP yang berjumlah sekitar 128 juta orang (60 persen).
"Dengan adanya profil angkatan kerja kita ini menyebabkan kita over supply di bawah, sedangkan tenaga kerja level menengah ke atas kita kekurangan," ucapnya.
Secara lebih spesifik, Hanif menjelaskan bahwa pelatihan vokasi dan re-training juga bertujuan untuk membantu lulusan pendidikan Indonesia yang dihadapkan pada problem mismatch dan under qualification. Mismatch berarti kompetensi yang dimiliki lulusan lembaga pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Tingkat mismatch saat ini cukup tinggi, yakni mencapai 64 persen.
"Artinya, dari 10 orang hanya 3-4 orang saja yang match," kata dia.
Sementara itu, yang dimaksud under qualification adalah kualifikasi yang dimiliki lulusan lembaga pendidikan masih berada di bawah standar pasar kerja/dunia industri.
"Sehingga ini harus dijembatani dengan berbagai vocational training dan re-training agar mereka bisa masuk ke pasar kerja atau menjadi wirausaha baru," ujar Hanif.
Selain itu, ia menilai bahwa pelatihan vokasi dan re-training juga dapat membantu pekerja yang terancam PHK akibat revolusi industri 4.0 serta pekerja yang terjebak pada jenis-jenis pekerjaan tertentu, sehingga mereka tidak memiliki skema kenaikan upah dan karir.
"Penguatan akses dan mutu ini agar masyarakat dapat meningkatkan keterampilannya, baik itu melalui lembaga pelatihan milik pemerintah, milik swasta, atau yang lainnya," ucap Hanif.
(*)